ChanelMuslim.com- Berbakti ke orang tua itu bukan sekadar saat anak-anak butuh kepada ayah ibu. Justru berbakti itu saat orang tua yang butuh kepada anak-anak.
Setiap kita diajarkan untuk berbakti kepada orang tua. Hal ini karena orang tua menjadi topangan utama anak-anak: melahirkan, membesarkan, melindungi, mencerdaskan, dan lainnya.
Seolah berbakti ke orang tua yang umumnya dipahami adalah saat orang tua masih melakukan tugas-tugas sebagai orang tua. Tapi ketika orang tua menjadi sebaliknya, kata berbakti seolah menjadi pudar.
Bayangkan ketika orang tua sudah lanjut usia. Ia tidak lagi bekerja seperti dulu. Tidak lagi menghasilkan uang untuk anak-anak. Jangankan untuk diberikan ke anak-anak, untuk dirinya sendiri saja ia tak mampu.
Sebagian orang tua yang benar-benar tua ini ada yang tinggal bersama anak-anaknya. Biasanya mereka sudah tidak lagi “utuh” atau ayah saja, ibu saja. Kalau pun orang tua ini tinggal di rumahnya sendiri, ia tak mampu merawat dirinya sendiri.
Padahal, sang anak sudah punya tanggung jawab sendiri. Ada istri atau suami yang harus diurus. Dan ada anak-anak yang harus dilayani dan dibimbing.
Pada kondisi seperti ini, posisi orang tua pun menjadi tersisih. Terpinggirkan atau bukan yang prioritas.
Anak-anaknya pun berpikir bahwa yang penting orang tua seperti bisa punya tempat tinggal, makan minumnya tersedia, dan kesehatannya bisa terjaga.
Soal tempat tinggal, makanan, dan kesehatan seratus persen tentang kebutuhan fisik orang tua. Padahal di usia itu, orang tua biasanya kembali seperti anak-anak yang sangat butuh perhatian lain.
Di sinilah ujiannya. Justru, kebutuhan orang tua di usia itu jauh lebih besar urusan psikis daripada fisik. Di usia itu, pilihan makanan untuk orang tua menjadi sangat terbatas.
Mereka pun tak butuh tempat tidur mewah atau kamar yang memadai. Jangankan di tempat tidur, di kursi pun orang tua bisa tidur pulas.
Di usia ini orang tua seperti butuh perhatian lebih. Emosinya tidak lagi stabil: gampang sedih, sangat perasa, mudah emosi, dan seterusnya.
Ia pun menjadi sangat ego sentris. Semua masalah dilihatnya dari sudut pandang dirinya. Memorinya kian menurun. Biasanya orang tua lupa kalau yang ia ceritakan sudah pengulangan dari sekian puluh kali yang ia ceritakan di waktu sebelumnya.
Ada juga orang tua yang merasa ingin menjadi sosok yang berguna untuk keluarga anaknya. Ia seperti tidak mau tinggal, makan, dan minum gratis. Karena anak kandungnya tentu bukan si suami istri sekaligus yang rumahnya ia tinggali. Anaknya mungkin hanya sang istri atau sang suami saja.
Di sinilah kadang orang tua seperti “bekerja” di rumah anaknya sendiri. Ia bantu-bantu ngurus perabot rumah tangga. Ngurus kebersihan rumah. Bahkan seperti bertugas sebagai babysitter.
Tapi hebatnya jiwa orang tua, mereka jauh lebih bahagia tinggal bersama anak-anaknya daripada tinggal di rumah jompo. Bukan ingin merepotkan anak-anak dan cucu. Justru karena masih ada semangat ingin membimbing.
Kadang seorang ibu yang sudah lanjut berucap, “Dahulu ibu bisa mengurus kalian berenam sekaligus. Tapi sekarang, kalian berenam tak mampu mengurus ibu yang seorang diri.” [Mh]