SHALAT berjamaah itu lebih baik dari sendiri. Nilainya dua puluh tujuh berbanding satu.
Soal memimpin dan dipimpin, bagi umat Islam itu sudah menjadi hal biasa. Setiap muslim harus siap memimpin dan dipimpin.
Bagi yang laki-laki, setidaknya lima kali sehari tentang memimpin dan dipimpin menjadi hal yang lumrah. Seperti itulah ketika dalam pelaksanaan shalat berjamaah di masjid.
Tentu tidak sembarangan menunjuk pemimpin. Dan tidak boleh juga asal orang yang mengklaim dirinya bisa menjadi pemimpin.
Ada sejumlah kriteria yang patut dimiliki pemimpin. Dalam shalat berjamaah, imam harus memiliki kompetensi. Antara lain memahami syariat shalat, bagus bacaan Qur’annya, banyak hafalannya, dan kredibil juga akhlaknya.
Kalau ada yang memiliki kriteria ini, ia tidak boleh menolak kalau ditunjuk sebagai pemimpin shalat. Harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan seikhlas-ikhlasnya.
Begitu pun yang dipimpin. Siapa pun yang telah ditunjuk sebagai imam, harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya. Meskipun itu juniornya, pegawainya, muridnya, atau lainnya.
Setidaknya, lima kali sehari proses memimpin dan dipimpin ini biasa berlangsung dalam shalat berjamaah di masjid.
Jadi, tidak heran jika dalam hal memimpin dan dipimpin, umat Islam jauh lebih siap dari umat mana pun.
Pemimpin dalam umat Islam muncul tidak ‘karbitan’, alias tampil karena pencitraan. Ia sudah terlatih, dalam sikap maupun pemahaman.
Nabi Yusuf alaihissalam tidak minder ketika tiba-tiba ditunjuk sebagai pejabat istana Mesir di zamannya. Ia paham betul bahwa kriteria pemimpin itu dua: hafiz atau amanah dan ‘alim atau kredibel.
Begitu pun dengan Nabi Musa alaihissalam yang disebutkan dengan dua kriteria: qawiy atau kredibel dan amin atau amanah.
Baik di kriteria Nabi Yusuf maupun Nabi Musa sama-sama memiliki dua hal pokok yang sama. Yaitu, amanah dan kredibel.
Bedanya, kalau di Nabi Yusuf amanahnya didahulukan, sementara di Nabi Musa kredibelnya yang didahulukan.
Boleh jadi karena di Nabi Yusuf urusannya dengan keuangan sementara di Nabi Musa urusannya tentang jenis tugas yang membutuhkan kekuatan. Tapi, sama-sama dengan kriteria kredibel dan amanah.
Kredibel saja tanpa amanah akan berpotensi terjadi penyimpangan. Sementara amanah saja tanpa kredibelitas berpotensi akan ‘disetir’ pihak-pihak luar.
Dan dua kriteria itu pula yang menjadi dasar seseorang ditunjuk menjadi imam shalat. Yaitu, keahliannya dan akhlaknya.
Jika tanpa dua kriteria dasar ini, kepemimpinan akan hancur. Dan yang dipimpin pun akan menjadi korban. Lawan dari kata kredibel adalah bodoh dan lawan dari kata amanah adalah culas.
Semoga Allah subhanahu wata’ala melindungi kita dari dua sifat buruk itu. Dan menganugerahkan kita pemimpin yang amanah dan kredibel. [Mh]