SIAPAKAH penyair yang mengenali kata-kata indah melebih dari syair? Ia menjalani masa remaja dalam keluarga yang mulia dan terhormat.
la dikaruniai bakat sebagai penyair hingga nama dan kemahirannya termasyhur di kalangan suku-suku.
Baca Juga: Abu Nuwas Bukan Abu Nawas, Penyair Kontroversial Terkenal Masa Harun Ar-Rasyid
Penyair yang Mengenali Kata-Kata Indah Melebihi Syair
Di pekan raya Ukadh, di mana semua orang dari segala penjuru berdatangan membanggakan penyair masing-masing, Thufail bin Amru Ad-Dausi berada di barisan terdepan.
Di luar musim pekan raya Ukadh, ia juga sering mengunjungi Makkah.
Pada suatu ketika, saat ia berkunjung ke kota suci itu, Rasulullah sudah mulai berdakwah secara terang-terangan.
Orang-orang Quraisy takut kalau Thufail menemuinya dan masuk Islam, lalu menggunakan bakatnya sebagai penyair untuk membela Islam.
Jika itu terjadi, berarti bencana besar bagi Quraisy dan berhala-berhala mereka. Oleh karena itu, mereka terus mendampinginya, menjamunya dengan segala kesenangan, kemewahan dan kenikmatan.
Mereka menakut-nakutinya agar tidak berjumpa dengan Rasulullah. Mereka berkata, “Muhammad memiliki ucapan laksana sihir hingga dapat memisahkan seseorang dari ayahnya; dari saudaranya; dan dari suami atau istrinya.
Sesungguhnya, kami mencemaskan dirimu dan kaummu darinya. Karena itu, janganlah berbicara dengannya dan janganlah mendengarkan ucapannya.
“Demi Allah, mereka selalu mendampingiku, hingga aku sudah bertekad untuk tidak mendengar sesuatu dari Rasulullah dan tidak menemuinya.
Ketika aku pergi ke Ka’bah, kututup telingaku dengan kapas agar jika beliau berkata, aku tidak mendengar perkataannya. Di sana aku mendapatinya shalat di dekat Ka’bah.
Aku berdiri di dekatnya. Lalu, Allah berkehendak memperdengarkan kepadaku apa yang sedang dibaca Rasulullah. Aku mendengarkan ucapan yang sangat indah.
Aku berkata dalam hati, Demi Tuhan, aku ini orang yang pandai dan seorang penyair. Aku bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Maka, apa salahnya jika aku mendengarkan perkataan laki-laki itu? Jika perkataannya baik, kuterima, dan jika buruk, kutinggalkan. Aku tetap di tempat itu hingga ia pulang ke rumahnya.
Aku mengikutinya hingga ia masuk rumah. Aku juga ikut masuk dan berkata kepadanya, Wahai Muhammad, kaummu telah bercerita kepadaku tentang dirimu begini dan begini.
Demi Tuhan, mereka terus menakut-nakutiku tentang dirimu, hingga kututupi telingaku dengan kapas agar tidak mendengar perkataanmu.
Akan tetapi, Allah menghendaki aku mendengarnya dan aku mendengar ucapan yang indah. Karena itu, jelaskan kepadaku perkaramu.
Maka, Rasulullah menjelaskan Islam kepadaku dan membaca Al- Qur’an. Demi Allah, aku tidak pernah mendengar ucapan yang lebih baik dari itu, dan perkara yang lebih benar dari itu.”
Lalu aku masuk Islam. Aku mengucapkan kalimat syahadat. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguh-nya aku ini seorang yang ditaati oleh kaumku, dan sekarang aku akan kembali kepada mereka, mengajak mereka kepada Islam.
Maka, mohonkan kepada Allah agar aku diberi tanda yang dapat membantuku dalam menyeru mereka.” Maka, Rasulullah berdoa, ‘Ya Allah, berikan kepadanya suatu tanda’.
Beginilah orang yang memiliki kata-kata indah sebagai syair mengenali keindahan kata-kata yang melebihi syair karena berasal dari kebenaran. [Cms]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom