BURUNG memperlihatkan tawakal yang sempurna. Pergi dari sarang dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.
Kadang ada salah paham tentang tawakal. Sebagian orang memahami tawakal sebagai berserah diri dengan ‘sempurna’.
Kata ‘sempurna’ dimaksudkan sebagai penyerahan secara total kepada Allah. Tanpa perlu usaha dan mencoba. Ia pun berkeyakinan, kalau Allah berkehendak maka apa pun bisa terjadi.
Persepsi ini seolah menjadikan Allah subhanahu wata’ala bukan sebagai Raja yang Bijaksana. Melainkan seperti ‘pesuruh’ yang hanya dengan meminta, urusan akan beres dengan sendirinya.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ada seorang jamaah shalat yang datang dengan mengendarai unta. Ia biarkan begitu saja untanya tanpa diikat terlebih dahulu.
Sahabat ini seperti memahami tawakal sebagai kalau Allah berkehendak untanya tidak hilang, maka tidak akan hilang meskipun tidak diikat. Tapi kalau Allah berkehendak hilang, maka untanya akan hilang meskipun sudah diikat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “I’qilha watakkal!” Ikat terlebih dahulu untamu, baru bertawakal.
Jadi, bertawakal dilakukan bersamaan dengan ikhtiar yang dilakukan secara optimal. Kalau setelah berikhtiar tapi juga masih tidak seperti yang diharapkan, itu hal baru yang disebut takdir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menasihati kita, “Seandainya kalian bersungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung, pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, hasan shahih)
Nabi memberikan perumpamaan seperti tawakalnya burung. Semua burung tidak diam ketika mereka lapar. Mereka tidak tetap tinggal di sarang dengan hanya berdoa dan berdoa kepada Allah. Atau stress hanya memikirkan jalan keluar yang tidak jelas.
Mereka pergi meninggalkan sarang. Meskipun saat itu burung tidak tahu di mana ada biji-bijian atau serangga yang akan mereka makan, mereka hanya terbang untuk berikhtiar.
Dan hasilnya, mereka pergi meninggalkan sarang dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang. Begitulah yang dilakukan burung setiap hari.
Selain itu, ikhtiar yang diiringi tawakal tidak menjadikan orang ‘menuhankan’ ikhtiar itu sendiri. Ia tidak akan kecewa apalagi stres jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
Hal ini karena Allah memberikan balasan pahala untuk mereka yang telah ikhtiar. Meskipun tentang hasil menjadi hal lain. Tawakal pula yang menjadikan seseorang selalu berdoa kepada Allah seiring ikhtiarnya. Dan hal itu akan menjadi pahala karena doa merupakan ibadah.
Jadi, jangan terlebih dahulu membayangkan dapat atau tidak. Tapi ‘terbanglah’ terlebih dahulu, seperti burung yang berikhtiar mencari rezeki meskipun ia tidak tahu di mana rezeki itu ada. [Mh]