RAHMAT adalah kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya. Salah satu rahmatNya adalah rasa ngantuk agar kita bisa tertidur.
Siapa pun kita butuh istirahat. Dan salah satu bentuk istirahat yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada manusia adalah tidur.
Tapi, tidak akan ada tidur jika tidak ada rasa kantuk. Inilah nikmat Allah yang begitu mahal. Kantuk atau ngantuk yang mungkin dianggap biasa merupakan rahmat Allah yang begitu besar.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang. Supaya kamu beristirahat saat malam dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya (pada siang hari), dan supaya kamu bersyukur.” (QS. 28: 73)
Rahmat Allah berupa adanya malam agar kita bisa ngantuk dan tertidur, selain untuk istirahat, juga sebagai bentuk keseimbangan agar kita bisa bekerja di siang harinya.
Ada yang siangnya sibuk menuntut ilmu, ada yang bekerja mencari nafkah, beribadah, berdakwah, mengurus rumah dan keluarga, dan lainnya.
Tanpa rasa kantuk dan tidur di malam hari, suasana siang tidak akan optimal. Hal ini karena pada siangnya, tubuh justru terasa lemas dan tidak bersemangat.
Inilah salah satu bentuk tawazun atau keseimbangan yang Allah anugerahkan dalam hidup manusia. Bahkan juga terjadi pada hewan, tumbuhan, dan lainnya.
Tentu saja istirahat atau tidur yang dilakukan dengan seimbang. Terlalu banyak tidur bukan menjadi baik, justru akan menjadikan tubuh lemas. Begitu pun sebaliknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa tidur pada awal malam. Dan, akan bangun pada dua per tiga malam untuk ibadah hingga datang waktu Subuh untuk shalat Subuh berjamaah.
Rasul pun melarang tidur lagi pada waktu dhuha atau pagi hari. Karena pada waktu itu saatnya untuk bersegera mencari rezeki Allah dengan bekerja.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma memarahi anaknya yang tidur pada waktu pagi. Ia kira-kira mengatakan, “Jangan tidur saat Allah sedang membagikan rezekiNya.”
Memang ada sunnah Rasul untuk tidur siang. Yaitu, saat matahari sedang terik. Atau sekitar ba’da Zhuhur. Tapi, tidak boleh tidur selepas waktu Ashar.
Dengan kata lain, jangan mengubah jadwal tidur. Seolah malam dijadikan siang, dan siang dijadikan malam. Kecuali mungkin mereka yang dinasnya di malam hari. Tapi itu tergolong pengecualian.
Posisi tidur pun diajarkan Nabi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa tidur dengan posisi miring ke kanan. Hal ini memiliki hikmah agar memberikan ruang bebas untuk lambung bekerja baik.
Bisa juga tidur dengan terlentang dengan posisi salah satu kaki berada di atas salah satunya. Tapi, Rasul melarang untuk tidur telungkup.
Selepas bangun tidur, Rasulullah mengajarkan kita untuk memuji Allah, membaca sebagian zikir, beristigfar, dan membaca doa.
Jadi, bersyukurlah karena Allah memberikan kita rasa kantuk. Dengan begitu, kita bisa istirahat dengan baik untuk kemudian bersemangat menyongsong rezekiNya di siang hari. [Mh]