ALAM merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang bisa diambil pelajaran. Dan ombak di lautan salah satunya.
Laut menampakkan dirinya bukan sekadar sebuah kolam biru nan luas. Ada pelajaran di balik deburan ombaknya saat memecah keheningan pantai.
Gulungan ombak bergerak dari tengah ke tepian pantai bukan sekadar aktivitas biasa. Bukan pula sekadar pamandangan indah yang tersaji untuk penghuni pantai.
Kalau dicermati, ombak tidak sekadar berisi air laut. Melainkan juga berbagai kotoran yang terperangkap di tengah untuk kemudian ‘dilempar’ ke daratan.
Apa saja. Ada kotoran bangkai ikan, pecahan kayu-kayu kapal, sampah-sampah yang dibuang manusia, dan lainnya. Seperti alarm otomatis, ombak menyapu kotoran apa saja yang masuk untuk dititipkan ke daratan.
Dengan begitu, laut akan selalu menemukan kejernihannya. Para pelukis alam dan foto-foto tentang lautan akan selalu memunculkan wajah laut yang tetap biru mempesona.
Berbeda dengan laut melalui gulungan ombaknya, kita membersihkan kotoran dalam diri dengan cara berbeda.
Ada yang dilakukan dengan sadar dan menyengaja. Seperti bermuhasabah, beristigfar, dan memohon ampunan kepada Yang Maha Pengampun.
Ada juga yang tidak disengaja. Yaitu, ketika cinta Allah memaksa manusia untuk menyadari bahwa begitu banyak kotoran yang hinggap dalam dirinya.
Ada penyakit datang agar kita menjadi sempat untuk bermuhasabah. Biasanya penyakit menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan racun dan kotoran, baik kotoran dari fisik dan juga yang ada dalam jiwa.
Ada juga ‘pembersihan’ dalam bentuk yang lain. Biasanya ini agak memaksa demi kebaikan manusia. Misalnya melalui musibah yang sekilas seperti mulukai dan merugikan, tapi sebenarnya ‘membersihkan’.
Misalnya, mereka yang hartanya jarang dibersihkan melalui sedekah, akan ada ‘pemaksaan’ dalam bentuk yang kurang mengenakkan. Seperti, kehilangan, kecurian, kebakaran, dan lainnya.
Berbeda dengan laut yang melepas kotorannya dengan guliran ombak yang mempesona, kita seolah ditawarkan dengan pembersihan dua cara.
Yaitu, dengan cara penuh kesadaran, bermuhasabah, istigfar, dan memperbanyak sedekah. Atau, ‘dipaksa’ untuk pembersihan alami.
Tapi biasanya, rasa yang kedua seperti mencabut duri yang menusuk kaki. Sakit, tapi setelah itu melegakan.
“Sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. 91: 9-10)
Andai pembersihan kotoran seperti laut dengan deburan ombaknya. Begitu indah dan bisa memanjakan mata yang melihatnya. [Mh]