HIDUP ini ujian. Salah satu ujiannya adalah setan. Ada yang lulus, dan ada juga yang gagal.
Marhaban ya Ramadan. Marhaban bulan penuh berkah. Marhaban bulan penuh ampunan. Marhaban bulan ujian.
Salah satu sisi lain dari bulan Ramadan adalah Allah memberikan tambahan ujian. Salah satunya, yang semula halal menjadi haram.
Contoh, makanan dan minuman yang di bulan lain halal dinikmati pada siang hari, di Ramadan menjadi haram. Tentu bertaburan hikmah di balik itu.
Contoh lain, hubungan suami istri yang halal di bulan lain, di Ramadan juga menjadi haram. Dan sekali lagi, begitu banyak hikmah di balik itu.
Yang namanya arena ujian, tidak akan seru jika hanya berjalan linier antara subjek dan objek. Antara yang diuji dengan materi ujian.
Ada faktor eksternal atau di luar dua itu yang ikut mempengaruhi hasil ujian. Yaitu, godaan atau rayuan dari setan.
Dalam hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memang menjelaskan bahwa setan dibelenggu di bulan Ramadan. Tapi, pengaruh setan tetap bisa dirasakan. Hal ini karena setan terdiri dari dua jenis: jin dan manusia.
Boleh jadi yang dibelenggu hanya setan kawakan dari kalangan jin. Dan karena itulah, bisa dirasakan pengaruh positifnya di suasana Ramadan yang begitu semarak. Bahkan orang yang tidak biasa shalat pun ikutan puasa.
Namun, setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran. Melalui sarana yang dimiliki, mereka menggiring suasana Ramadan menjadi tidak seperti yang dituntunkan Islam.
Misalnya, suasana sahur yang mestinya saat yang barokah untuk istigfar. Justru, dilazimkan menjadi sarana canda dan tawa yang melalaikan. Begitu pun di suasana menjelang berbuka puasa.
Pelan tapi pasti, dalam bentuknya yang lain, mereka pun menggiring spirit Ramadan hanya pada awal-awalnya saja. Sementara di momen akhirnya ada jadwal lain yang harus diperhatikan. Apalagi kalau bukan persiapan Lebaran: busana, aneka kue, dan agenda wisata.
Padahal, Islam membimbing kita justru di akhir-akhir Ramadan itulah ada satu malam yang begitu istimewa. Yaitu, malam Lailatul Qadar.
Setan selalu hadir dalam wujudnya yang beragam. Sosoknya jauh dari kata menakutkan. Justru sangat menarik, menggoda, dan akhirnya menghanyutkan kita ke jalan yang salah.
Sosok itu bukan selalu tentang individu. Bisa dalam wujud-wujud yang lain, seperti tontonan, lawakan, budaya dari luar Islam, termasuk juga syiar-syiar yang serasa seperti Islami.
Contoh, tentang acara berbuka puasa bersama. Nilainya memang sangat bagus. Tapi berhati-hatilah, kadang justru di momen yang ‘bagus’ itu, kita terpaksa meninggalkan syiar Islam yang lain. Antara lain, makan minum sekadarnya, shalat tepat waktu, tarawih berjamaah, tidak ikhtilat laki dan perempuan, dan lainnya.
Kita Allah uji dengan setan. Jangan pernah salahkan setannya. Karena semua itu sudah Allah kabarkan. Salahkan diri kita yang justru menjadikan setan menjadi teman. [Mh]