KEINDAHAN itu tak sama untuk semua orang. Tapi di situlah letak berkahnya.
Seorang anak menikmati perjalanan ke puncak gunung bersama ayah ibunya. Meksi naik turun, susah dan senang; akumulasi keindahannya kian menjadi.
Dan tibalah mereka di puncak gunung yang banyak dituju orang kota. Dari puncak itu, sepanjang mata memandang, hamparan alam seperti sebuah lukisan. Begitu menakjubkan.
Tiba-tiba mata sang anak tertuju pada para pedagang. “Apa mereka yang berdagang itu para pengunjung seperti kita, Yah, Bu?” tanyanya.
“Tidak, anakku. Mereka orang asli sini. Rumah mereka dekat,” jawab sang ayah.
“Memangnya, kenapa kamu menanyakan ini?” tanya sang ibu.
“Aku heran, kenapa para pedagang itu biasa saja melihat pemandangan di puncak sini. Tidak seperti kita yang dari kota?” ungkap sang anak.
“Iya. Itu karena mereka sudah terbiasa di sini. Jadi sudah tidak spesial,” sahut sang ayah.
**
Keindahan itu dirasakan karena ada hal baru dan spesial. Sesuatu yang tidak biasa dirasakan. Jauh itu indah, dekat itu biasa.
Begitulah kenapa orang kaya berbeda memandang kekayaan dari orang miskin. Begitulah kenapa para artis berbeda memandang cantik dan tampan dari umumnya orang. Mereka menganggap kaya, cantik dan tampan sebagai hal biasa, bukan spesial.
Segala yang ‘lebih’ di alam dunia ini menjadi sangat relatif. Karena yang ‘lebih’-nya pada kulit, bukan isi.
Berlatihlah untuk terbiasa melihat isi karena di situlah hakikat keindahan, bukan pada kulit karena di situlah banyak polesan. [Mh]