“Aku bersama persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku,” (HR Bukhari Muslim)
Seorang guru mengajak siswa-siswanya berkunjung ke sebuah rumah besar. Rumahnya tampak tua, tapi bersih dan sangat layak huni.
“Siswa sekalian, rumah ini menyimpan pengalaman kelam tentang sebuah keluarga. Mereka tinggal di sini sejak lahir,” ungkap guru.
Para siswa begitu menyimak. Pikiran mereka seperti mencari tahu, kemana para penghuni rumah ini pergi.
“Kemana keluarga itu sekarang, Pak?” ucap salah seorang siswa.
“Bagus sekali pertanyaan kamu,” jawab spontan sang guru.
Sang guru menjelaskan, “Mereka semua dikabarkan tewas. Mulai dari ayah, ibu, anak-anak, dan tiga pembantu mereka.”
Suasana jadi agak horor. “Keracunan karena apa, Pak?” seoang siswa lainnya bertanya.
“Ya, mereka tewas hampir bersamaan. Setelah diteliti, kematian mereka disebabkan oleh air di rumah ini yang ternyata bercampur sianida,” jawab sang guru.
Setelah keliling melihat-lihat suasana dalam rumah, mereka pun dipersilakan duduk di ruang tamu. Ruangannya begitu nyaman dan luas. Ada sofa-sofa bagus, lemari pajangan, lukisan, dan foto-foto keluarga itu.
Saat duduk-duduk itu, seorang pelayan menyediakan mereka air minum dalam gelas. “Silakan diminum,” ucap sang pelayan begitu ramah.
Semua siswa mendapatkan satu gelas air minum. Tapi, tak seorang pun dari mereka yang mau minum.
Sang guru mencermati siswa-siswanya saat itu. “Ayo diminum!” ucapnya. Ia pun meminum air dari gelas di hadapannya.
Para siswa tampak masih tegang. Meski sang guru sudah minum, tapi tak seorang dari mereka yang mau minum.
“Baiklah. Kunjungan kali ini selesai,” ucap sang guru sambil beranjak keluar ruangan. Ia pun keluar rumah dan diikuti siswa-siswanya.
Ada yang aneh dari para siswa setelah berada di luar rumah itu. Mereka begitu fokus menatap wajah sang guru.
“Pak Guru nggak papa, kan?” ucap salah dari mereka.
Tiba-tiba, sang guru terjatuh pelan. Ia terduduk dan akhirnya berbaring di sebuah teras. “Pak! Pak!” teriak semua siswa. Mereka berebut ingin lebih mendekat gurunya.
“Ayo!” sang guru tiba-tiba bangkit dari berbaringnya. Ia tertawa. “Kalian pasti menduga macam-macam, ya?” ucap sang guru.
Para siswa tampak kecewa dengan tingkah gurunya itu. “Kami kira bapak keracunan!” ungkap salah seorang siswa masih menyimpan rasa tegangnya.
“Murid-muridku. Sebenarnya kisah itu hanya karangan saya. Tidak pernah terjadi di keluarga itu. Itulah yang disebut sugesti,” ungkap sang guru yang membuat bingung para siswanya.
“Berhati-hatilah dengan sugesti kalian. Karena dengan sugesti itu kalian akan berpikir dan bertindak,” pungkas sang guru yang diiringi anggukan siswa-siswanya.
**
Iman yang kuat memunculkan keyakinan yang kuat, termasuk sugesti untuk melakukan sesuatu.
Kalau setiap orang meyakini bahwa Allah Yang Maha Kuat, Maha Kaya, Maha Bijaksana, Maha Sayang; selalu bersamanya, maka tak ada yang perlu ditakuti. Tak perlu ada gelisah. Tak perlu ada stres. Tak perlu ada pikiran negatif tentang kenyataan hidup ini.
Karena itu jangan pernah sugestikan kalau hidup ini akan semakin susah. Jangan pernah sugestikan bahwa menikah itu banyak masalah. Jangan pernah sugestikan keberadaan anak-anak itu bikin ribet. Jangan pernah sugestikan cari kerja itu sangat susah. Dan seterusnya.
Yakinlah, inna ma’al ‘usri yusra. Fainna ma’al ‘usri yusra. Sungguh, bersama kesukaran itu ada kemudahan.
Allah hanya meminta kita untuk berdoa dan berusaha. Selebihnya, urusan Allah. Dan Allah berfirman dalam hadis Qudsi, “Aku bersama persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku.” [Mh]