KB dengan alat kontrasepsi.
Dijelaskan oleh Ustadz Farid Nu’man Hasan.
Pada sebelumnya telah dijelaskan bahwa Keluarga Berencana (KB), ada dua orientasi, yaitu tahdid an nasl (pembatasan kelahiran) dan tanzhim an nasl (pengaturan kelahiran).
Pertama, Tahdid An Nasl (pembatasan kelahiran).
Yaitu mereka yang mengatakan “Anak Cukup Dua.” Para ulama melarang hal ini, sebab berlawanan dengan ruh syariat pernikahan dalam Islam.
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:
واعلمي أنه لا ينبغي للمرء أن يقول اكتفيت بولد أو ولدين لأن كثرة الولد مقصد شرعي
Ketahuilah, tidak sepantasnya seseorang berkata: “Cukup bagiku satu atau dua anak”, sebab memperbanyak anak adalah maksud dari syariat. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 104787).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dalam fatwa Al Majma’ Al Fiqhiy Al Islamiy disebutkan:
لا يجوز تحديد النسل مطلقاً ولا يجوز منع الحمل إذا كان القصد من ذلك خشية الإملاق
Tidak boleh membatasi kelahiran secara mutlak, dan tidak boleh mencegah kehamilan jika maksudnya karena khawatir kemiskinan. (Ibid, no. 636).
Kedua. Tanzhim An Nasl (pengaturan kelahiran).
Baca juga: Hukum KB Dengan Alat Kontrasepsi (1)
Hukum KB Dengan Alat Kontrasepsi (2)
Yaitu kelahiran anak yang diatur agar mendapat hak susuan yang cukup yaitu dua tahun.
Kita tahu bahwa jika seorang wanita menyusui dan dia hamil lagi biasanya susunya akan terhenti berproduksi, sehingga anak yg disusuinya tidak sampai disusui selama dua tahun.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. (QS. Al-Baqarah: 233).
Nah, kondisi seperti ini, atau kondisi lainnya, seperti terkait kesehatan ibu yang sudah tidak lagi mendukung untuk hamil, maka boleh baginya ber-KB, baik dengan ‘azl atau dengan alat-alat KB, obat-obatan yang halal, dan tidak berbahaya.
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:
Tidak dosa atasmu dalam memanfaatkan obat dari biji-bijian tersebut jika hal itu diketahui dan atas izin suami. Tapi, kami menegaskan bahwa hal itu tidak sepantasnya dilakukan kecuali ada maslahat dan kebutuhan yang dibenarkan, seperti untuk mengatur jarak kehamilan dan menjaga kesehatan ibu dan kondisi-kondisi lainnya.[Sdz]