ISTIQAMAH artinya tetap tegak lurus. Istiqamah akan diuji dengan angin godaan yang terus bertiup sepoi-sepoi dari semua penjuru.
Pada abad kedua hijriyah, ada khalifah bernama Sulaiman bin Abdul Malik. Beliau adalah khalifah ketujuh dari dinasti Bani Umayyah.
Suatu hari, beliau akan menunaikan ibadah haji. Perjalanan dari pusat kekhalifahan di Damaskus Suriah menuju Madinah tergolong aman dan lancar.
Setibanya di istanah kekhalifahan di Madinah, sejumlah tokoh sudah menanti. Mereka antara lain para pejabat daerah, para tokoh, dan juga para ulama. Satu per satu mereka menyambut dan menyalami khalifah.
Setelah para tokoh pulang, khalifah merasakan ada yang masih kurang. Ia ingin sekali ada tokoh ulama yang bisa meneduhkan hatinya, mengingatkannya dengan hikmah.
“Adakah ulama di Madinah yang bisa mengingatkanku tentang akhirat?” tanya khalifah kepada para penasihatnya.
Salah seorang dari mereka mengatakan, “Semua ulama sudah hadir tadi, Khalifah.”
“Adakah di antara ulama Madinah yang pernah bertemu dengan sahabat Nabi?” tanya khalifah lagi.
“Ada. Beliau bernama Salamah bin Dinar, biasa dipanggil Abu Hazim Al-A’raj,” jawab penasihat.
Khalifah meminta para pembantunya untuk mengundang Abu Hazim ke istana. Setelah diundang, Abu Hazim tiba di istana.
Setelah memberikan sambutan, khalifah duduk di sebelah Abu Hazim dengan sangat ramah. Ia menanyakan Abu Hazim kenapa kemarin tidak hadir. Abu Hazim menjawab, “Saya tidak kenal Anda, dan Anda pun tidak mengenal saya. Jadi, wajar kalau saya tidak hadir.”
Khalifah pun mengangguk. Khalifah yang masih berusia 40 tahun ini menanyakan tentang kematian. “Kenapa kita takut dengan kematian dan senang dengan kehidupan?” tanya khalifah lagi.
Abu Hazim menjelaskan kalau banyak manusia yang mengisi hidupnya dengan maksiat. Hal itulah yang menjadikan mereka takut dengan kematian dan senang dengan kehidupan.
“Orang yang berbakti kepada Allah akan mencintai kematian karena ia ingin menemui kenikmatan. Sementara orang yang fajir benci dengan kematian karena ia akan menemui siksa neraka,” ungkapnya.
Salah seorang penasihat raja yang hadir di situ langsung menegur Abu Hazim karena ucapannya dirasa tidak sopan terhadap khalifah. Tapi, khalifah minta untuk diteruskan.
Banyak hal yang ditanyakan khalifah tentang nilai Islam. Dan, Abu Hazim menjawabnya dengan tegas dan tanpa basa-basi meskipun yang bertanya itu seorang khalifah.
Ketika akan pulang, khalifah memeberikan sejumlah hadiah uang kepada Abu Hazim. Tapi dengan tegas, ia menolaknya. “Saya kesini karena undangan Anda. Bukan untuk mendapatkan hadiah dari Anda.”
Tapi, khalifah masih tetap merasa berhutang budi. Ia pun mengirim pembantunya untuk membawakan sekantong uang dinar sebagai hadiah untuk Abu Hazim. Barangkali jika tidak secara langsung, beliau akan menerimanya.
Petugas istana memberikan sekantong uang dinar kepada Abu Hazim serta sepucuk surat dari khalifah. Isinya, “Ya Syaikh, uang ini ucapan terima kasihku pada Anda. Jika tidak berkenan, silakan sedekahkan semuanya.”
Abu Hazim membalas dengan sepucuk surat untuk khalifah. “Uang ini aku kembalikan semuanya. Jika uang itu sebagai balasan atas nasihtku, maka bangkai babi yang terpaksa dimakan, lebih halal bagiku dibanding memakan hadiah karena nasihatku kepadamu.
“Jika Anda menganggap uang itu sebagai sedekah, maka kenapa hanya untuk saya seorang. Bagikan juga kepada semua orang yang berhak di Madinah ini,” pungkasnya.
Mendapat jawaban yang tegas itu, khalifah merenung. Ia seperti mendapat ‘lecutan’ nasihat yang luar biasa.
Di masa kepemimpinan Sulaiman bin Abdul Maliklah semua punggawa istana yang ‘rusak’ dibersihkan, dan diganti dengan yang baik. Sayangnya, ia hanya menjadi khalifah selama 2 tahun karena wafat di usia 42 tahun.
Selanjutnya, ia digantikan oleh khalifah yang jauh lebih hebat lagi. Beliau bernama Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, seorang mujadid pertama dalam sejarah Islam.
**
Jangan pernah mengharapkan imbalan duniawi dalam dakwah. Ikhlaskan pengorbanannya hanya karenan Allah subhanahu wata’ala.
Dengan begitulah, dakwah akan menjadi berwibawa di hadapan siapa pun. Termasuk, terhadap para petinggi negeri yang sangat berkuasa. [Mh]