ChanelMuslim.com- Masalah boleh jadi adalah solusi. Bahwa, kita dipaksa untuk berdekatan dengan Allah. Sedekat-dekatnya tanpa jarak.
Siapa pun yang menghadapi masalah berat akan meraih apa pun untuk menjadi pegangan. Tak ubahnya seperti orang nyaris tenggelam. Jika beruntung, ia akan meraih pegangan kokoh yang akan menyelamatkannya.
Bayangkan ketika Anda mengalami seperti yang dialami beberapa nelayan Lampung saat tengah malam terjebak dalam laut ganas. Saat itu, mereka tengah mencari ikan di laut tak jauh dari Gunung Anak Krakatau.
Di luar dugaan, gunung berapi aktif itu mengeluarkan letusan dahsyat. Longsor besar di sekitar pulau itu pun terjadi. Laut pun memunculkan gelombang besar yang memporak-porandakan perahu kecil mereka. Tak ada lagi pegangan untuk mengapung.
Ada yang selamat setelah berenang berjam-jam. Tapi sebagiannya tewas tenggelam karena kelelahan.
Hal serupa pernah juga dialami warga Aceh setelah wilayah itu diterjang tsunami beberapa tahun lalu. Beruntung, sebatang pohon yang hanyut bisa ia raih. Tapi masalahnya, ia dan batang npohon itu bukan sedang mengapung di sebuah sungai. Melainkan, di tengah samudera.
Berhari-berhari, ia mengapung. Siang berganti malam, dan malam menuju siang. Tak ada orang yang bisa ia minta tolong. Tak ada air kecuali asinnya air laut. Dan tak ada makanan kecuali ikan pemangsa. Syukurnya, ia selamat setelah sebuah kapal besar melintas dan memberikan pertolongan.
Nelayan Lampung dan seorang warga Aceh itu mengalami kebuntuan harapan. Mereka saat itu seperti dipaksa untuk berdua dengan Allah.
Ada juga pertarungan nasib yang tidak setragis seperti kasus di atas. Ketika seorang dokter mengatakan tipis harapan hidup untuk seorang anak yang dirawat, sang ibu pun menangis. Uang yang ia punya tak bisa menjadi tumpuan. Fasilitas medis serba lengkap tak lagi bisa menjadi jaminan.
Sang ibu saat itu seperti sedang dipaksa untuk hanya berdua dengan Allah.
Keadaan berat seperti ini sepintas seperti masalah berat yang menyiksa. Walaupun rasanya memang terasa begitu menyiksa. Lahir dan batin.
Namun, lihatlah muara tempat masalah itu mengalir di tujuan akhir. Ia seperti dipaksa tidak punya pilihan lain. Tidak punya harapan lain. Kecuali, berdua dengan Allah.
Suatu keadaan yang boleh jadi tak ia lakukan di saat-saat normal. Ia memang berjumpa dengan Allah di saat shalat-shalat wajib. Tapi sebuah perjumpaan yang biasa saja. Just to say hello!
Tak ada suasana akrab. Tak ada curahan hati yang menyentuh. Tak ada rasa rendah yang bisa diperlihatkan kepada Dzat Yang Maha Tinggi dan Agung. Dan, tak ada kebutuhan mendesak yang ingin disampaikan sebagai sarana berdekatan dari yang fakir kepada Yang Maha kaya.
Boleh jadi, masalah kita sebenarnya bukan masalah yang sedang kita hadapi. Tapi karena kita tak lagi dekat dengan Allah. Padahal, tak ada cara lain untuk bisa meraih bahagia akhirat abadi, kecuali selalu berdekatan dengan-Nya.
Masalah yang sedang kita hadapi itu boleh jadi sebagai ungkapan sayangNya untuk memaksa kita kembali. Karena keadaan kita sudah teramat genting. Keadaan yang bisa menjerumuskan ke akhir nasib yang buruk.
Satu hal yang juga mungkin bisa disalahpahami. Bahwa, solusi yang sebenarnya kita cari sudah kita peroleh. Walaupun solusi imajinatif kita belum terwujud. Karena, tak ada solusi yang paling dibutuhkan seorang hamba dalam hidup penuh cobaan ini, kecuali rasa dekat dengan Yang Maha Sayang.
Karena di situlah, kita bisa meraih ridhaNya. Dan di situ pula, Allah meridhai segala kekurangan kita. [Mh]