ChanelMuslim.com- Islam tegak di masyarakat bukan dengan teori. Melainkan dengan keteladanan para tokohnya.
Keteladanan itu cara efektif mengajarkan Islam. Tanpa banyak bicara, tanpa aturan jelimet, keteladanan bisa memudahkan memahami Islam tanpa mengurangi nilainya.
Dalam shalat, misalnya. Islam sangat mengutamakan umatnya untuk melakukan shalat wajib secara berjamaah. Banyak hikmahnya. Salah satunya, melatih diri untuk siap meneladani dan diteladani.
Bayangkan jika lima kali sehari umat mengerjakan shalat berjamaah, maka kesiapan itu akan terbentuk dengan bagus: siap meneladani dan siap diteladani.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengajarkan Islam lebih banyak dalam porsi keteladanan. Salah satunya ketika beliau mengajarkan shalat. Beliau bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
Begitu pun dalam syariat yang lain. Rasulullah lebih dahulu meneladani, kemudian umat Islam belajar dari apa yang diteladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam banyak hal. Antara lain, bagaimana membangun rumah tangga, mendidik anak, mencari nafkah, menyantuni anak yatim, memimpin negara, bahkan dalam urusan jihad.
Tentang jihad, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak sekadar merintah, tapi beliau yang langsung menjadi panglima dengan gagah berani.
Di semua keteladanan itu, para sahabat belajar tentang syariat Islam tanpa harus dengan menulis, membaca, apalagi menghafal kata demi kata. Tapi, langsung memahami dalam bentuk kongkrit. Betapa efektif dan efesiennya.
Hal tersebut tertera dalam firman Allah, Surah Yusuf ayat 108. “Katakanlah (Muhammad), ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashirah. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”
Dengan cara ittiba’ atau mengikuti atau meneladani. Itulah cara yang diajarkan Allah subhanahu wata’ala kepada Rasulullah dan para sahabat radhiyallahum ajma’in.
Tidak heran jika bangunan syariat Islam bisa rampung dengan utuh hanya dalam waktu 23 tahun masa dakwah Nabi. Benar-benar sebuah durasi waktu dakwah yang begitu singkat.
Kunci suksesnya itu tadi, keteladanan, selain tentunya taufik dan hidayah Allah subhanahu wata’ala.
Dalam logika sebaliknya juga bisa diambil sebuah pelajaran. Boleh jadi, kegagalan dakwah, atau mandulnya gerakan dakwah juga karena minimnya keteladanan.
Islam tiba-tiba menjadi ajaran yang terasa sulit dipahami. Begitu jelimet dan membingungkan. Hal ini karena umat memahami Islam bukan dari bentuk keteladanan para du’atnya.
Tentang keteladan ini, ada rumus sederhananya. Yaitu, ashlih nafsak, wad’u ghairaka. Perbaiki dirimu terlebih dahulu, dan kemudian ajak yang lain. [Mh]