ADA slogan besar di Gedung KPK: Berani Jujur itu Hebat. Makna lain dari slogan ini bisa berarti bahwa tidak berbohong itu sulit.
Ada kisah menarik yang pernah dialami Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani sewaktu usia 18 tahun. Ketika akan berangkat ke Bagdad untuk menuntut ilmu, ibunya membekali Al-Jaelani dengan 40 keping uang dinar.
Ibunya mengungkapkan bahwa uang itu dijahit di sela-sela jubah miliknya. Hal ini agar uang yang kalau dirupiahkan bisa mencapai seratus juta rupiah itu bisa tetap aman, tidak jatuh dan tidak mudah dicuri orang.
Selain tentang uang dinar itu, ibu Al-Jaelani juga berpesan kepada putranya untuk selalu berkata jujur, apa pun keadaannya.
Saat itu ulama kelahiran tahun 1076 Masehi ini tinggal di sebuah desa bernama Na’if Gilani, sebuah daerah yang berada di selatan Laut Kaspia, atau saat ini masuk dalam provinsi Mazandaran, Iran.
Dengan kata lain, perjalanan Al-Jaelani muda ini menempuh jarak sekitar 1.100 kilometer menuju Bagdad. Kurang lebih sama dengan jarak Jakarta Bali. Sebuah perjalanan yang sangat jauh.
Saat itu, Al-Jaelani muda berangkat bersama rombongan yang juga ingin menuju Bagdad dengan berbagai tujuan. Ada yang ingin belajar, bisnis, dan lainnya.
Di tengah perjalanan, rombongan ini dihadang gerombolan perampok. Semua orang digeledah dan diambil barang-barang berharganya. Begitu pun dengan Al-Jaelani.
“Mana hartamu, Nak?” tanya perampok ke Al-Jaelani.
“Ibuku bilang ada 40 keping uang dinar di jubahku,” jawab Al-Jaelani apa adanya.
Mendengar itu, para perampok langsung memeriksa kantung-kantung di jubah Al-Jaelani. Tapi, mereka tidak menemukan apa-apa.
“Kamu berkhayal, Nak!” ucap perampok dan membiarkan Al-Jaelani pergi. Sepertinya, perampok tidak mempercayai omongan Al-Jaelani.
Al-Jaelani pun meneruskan perjalanannya. Sebuah perjalanan panjang yang bisa menempuh waktu berhari-hari.
Naasnya, ada gerombongan perampok lain yang kini menghadang Al-Jaelani. Ia digeledah, tapi tak ditemukan barang berharga yang dibawa Al-Jaelani.
“Mana hartamu?” bentak perampok kepada Al-Jaelani.
“Kata ibuku, ada 40 uang dinar di jubahku,” jawab Al-Jaelani, apa adanya.
Kali ini, para perampok memeriksa lebih teliti. Benar saja, ada 40 keping uang dinar yang dijahit dan menyatu dalam jahitan jubah Al-Jaelani.
Pimpinan perampok bertanya kepada Al-Jaelani, “Kenapa kamu bicara jujur kepada kami? Padahal kalau kamu bilang tidak punya uang, kami juga tidak akan menemukannya.”
Kata Al-Jaelani, “Ibuku berpesan agar aku harus selalu bicara jujur, dalam keadaan apa pun.”
“Tapi, ibumu kan saat ini tidak bersama kamu. Ia tidak akan tahu apakah kamu melaksanakan pesannya atau tidak,” ucap pemimpin perampok.
“Ibuku memang tidak bersamaku, tapi Allah subhanahu wata’ala selalu mengawasiku. Dia Maha Tahu apakah aku berbuat benar atau salah,” ucap Al-Jaelani.
Ucapan jujur dan penuh kekuatan iman dari Al-Jaelani itu membuat para perampok tersentuh. Mereka kagum dengan Al-Jaelani muda yang tetap jujur dan berbakti pada ibunya meskipun akan merugikan diri sendiri.
“Kamu mau kemana, Nak?” tanya pemimpin perampok sesaat kemudian.
“Aku mau ke Bagdad untuk menuntut ilmu-ilmu Islam di sana,” jawab Al-Jaelani tanpa beban.
Di luar dugaan, pemimpin perampok mengembalikan semua uang Al-Jaelani. Mereka kagum dengan kejujuran dan tujuan mulia Al-Jaelani untuk menuntut ilmu Islam. Dikabarkan, para perampok itu pun bertaubat.
**
Di dunia nyata kita, mungkin ada sebagian yang menganggap bodoh tindakan Al-Jaelani muda. Kalau KPK membuat slogan, ‘Berani Jujur itu Hebat’, maka kita akan mengatakan, ‘Terlalu jujur itu lugu dan bodoh.’
Sesuatu yang sering dilakukan akan menjadi biasa. Dan bohong adalah hal biasa karena seringnya orang melakukan itu.
Seorang salafus soleh pernah mengatakan, “Jangan nilai dosa kecil apa yang telah Anda lakukan. Tapi, dalam pengawasan siapa Anda melakukan dosa itu. Karena tak ada yang luput dalam pengawasan Allah subhanahu wata’ala.” [Mh]