Saat perintah hijrah telah turun kepada Rasulullah, beliau bersama Abu Bakar segera merencanakan strategi hijrah menuju Madinah. Beliau juga memikirkan cara supaya selama dari pembunuhan kafir Quraisy yang telah direncanakan.
Dalam buku The Great Story of Muhammad dikisahkan bahwa suatu hari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berada dalam kondisi terancam. Nasibnya di ujung tanduk setelah para pembesar Quraisy bertekad untuk membunuhnya.
Baca Juga: Mengenal 3 Pemanah Jitu pada Masa Rasulullah
Strategi Hijrah Rasulullah Bersama Abu Bakar
Disaat kritis itulah, malaikat Jibril turun membawa wahyu sekaligus memberitahukan tentang rencana jahat Quraisy. Jibril lalu menyarankan Rasulullah untuk tidak berbaring di tempat tidurnya.
Setelah mendapat kabar tersebut nabi bergegas ke rumah Abu Bakar. Rasulullah melangkah cepat, wajahnya ditutupi cadar.
Saat itu matahari tengah memanggang kota Mekah dengan panasnya, sementara penduduk Mekah berdiam di rumah berlindung dari sengatan matahari.
Abu bakar terkejut ketika Rasulullah tiba di rumahnya.
“Ada apa wahai Rasulullah? Engkau biasanya tidak datang di waktu siang menyengat seperti ini, kecuali karena ada perintah Allah,” kata Abu Bakar.
Nabi tak menjawab. Beliau hanya meminta diizinkan masuk ke rumah Abu Bakar.
Ketika telah berada di dalam rumah, Rasulullah menceritakan tentang kedatangan Jibril yang mengabarkan rencana jahat Quraisy. Mereka akan membunuh nabi Muhammad nanti malam.
Abu Bakar terkejut, belum hilang keterkejutan Abu Bakar, Rasulullah segera memintanya untuk bersiap-siap.
“Aku minta semua orang yang bersamamu untuk hijrah! Sungguh aku telah diizinkan oleh Allah untuk berhijrah” ujar nabi .
“Apakah engkau ingin ditemani wahai Rasulullah?” tanya Abu Bakar. Hatinya berharap ia diperbolehkan menemani Rasulullah.
“Ya engkau menemani aku,” kata Nabi Muhammad. Abu Bakar senang tak terkira mendengar itu.
“Ambillah salah satu dari dua untaku ini, ya Rasulallah! Abu Bakar menawarkan untanya.
“Tentu akan kubeli!” jawab Rasulullah.
Abu Bakar lalu merencanakan langkah-langkah rinci perjalanan hijrah: di mana tempat bersembunyi, tempat apa yang pertama kali disinggahi, peta perjalanan, hingga cara menghindari kejaran kaum Quraisy.
Setelah rencana tersusun matang, Rasulullah pulang ke rumah menunggu datangnya malam. Beliau melaksanakan aktivitas sebagaimana biasanya hingga tidak ada seorangpun yang menduga jika nabi telah mempersiapkan diri untuk hijrah, termasuk kaum Quraisy yang bernafsu membunuhnya.
Sementara, di siang yang sama, kaum Quraisy juga mempersiapkan diri dengan rapi. Pedang-pedang dikeluarkan dari sarungnya untuk diasah, strategi pembunuhan mereka susun.
Ada 11 pemimpin Quraisy dipilih untuk mengomandani aksi pembunuhan tersebut di antaranya: Abu Jahal bin Hisyam, Al-Hakam bin Abil ‘Ash, Uqbah bin Abil ‘Ash, an-Nadr bin al-Harits, Umayyah bin Khalaf, Zama’ah bin al-Aswad, Thu’aimah bin ‘Adi, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf, Nabih bin al-Hajjaj, dan Munabbih bin al-Hajjaj.
Tubuh mereka tegap dan kekar. Mereka tak sabar menunggu malam tiba saat pedang-pedang tajam yang mereka miliki siap ditikamkan di tubuh Rasulullah.
Malam dinanti pun tiba. Kaum Quraisy dipimpin 11 pembesar mereka menuju rumah Rasulullah. Mereka segera menyebar ke rumah mengepung rumah kecil yang sangat sederhana itu.
Dalam sekejap rumah itu telah terkepung. Tak ada sedikitpun celah yang dapat dilalui hewan kecil, apalagi manusia dewasa.
Pedang telah mereka hunus, tangan mereka menggenggam erat bagian bawah pedang, siap ditikamkan di seluruh tubuh seorang manusia mulia, yaitu Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Di dalam rumah, Rasulullah baru saja mendirikan salat isya. Biasanya, setelah itu beliau segera tidur dan kemudian bangun di sepertiga malam terakhir untuk salat di Masjidil Haram.
Namun, ini adalah malam yang mencekam. Suasana kritis terhadang di hadapannya. Dari dalam rumahnya, nabi melihat keluar. Beliau teringat dengan apa yang dikatakan Jibril tentang rencana jahat Quraisy.
Rasulullah tak panik meski nyawanya terancam. Sebuah strategi juga telah disiapkan: ia meminta Ali bin Abi Tholib untuk berbaring di tempat tidurnya dengan berselimutkan selendang biru dari Hadhramaut. Ali masih berusia 22 tahun, menuruti perintah nabi. Ia sama sekali tak menolak, meski untuk itu nyawanya terancam. [Ln]
Bersambung…