UAS atau Ustaz Abdul Somad dan rombongan mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari Singapura. Mereka dipaksa untuk balik lagi ke Indonesia.
Pada hari libur Senin kemarin (16/5), UAS dan rombongan berangkat ke Singapura melalui jalur laut. Di antara rombongan enam orang itu ada istri dan anaknya yang berusia dua bulan dan balita dua tahun.
Setibanya di pelabuhan Batu Merah, semua anggota rombongan sudah lolos dari pemeriksaan, kecuali UAS sendiri. Bahkan, ia ditahan di ruangan berukuran 1 kali 2 meter selama beberapa jam.
Rombongan UAS yang semula lolos pun dikembalikan lagi oleh petugas untuk melanjutkan pemeriksaan. Sayangnya, petugas tidak menjelaskan kenapa hal itu mereka lakukan.
Akhirnya, pada sekitar sore hari, mereka termasuk UAS dipulangkan kembali ke Indonesia dengan pelayaran Ferry terakhir.
Menurut UAS seperti disampaikan ke sejumlah media, ia dan rombongan sudah melengkapi semua dokumen administrasi. Tapi, hal seperti itulah yang akhirnya dialami UAS dan rombongan.
UAS mengaku memang pernah ke Singapura beberapa waktu lampau. Tapi, bukan untuk menuju ke Singapura. Melainkan hanya transit melalui bandara saja.
Sejumlah pihak di Indonesia mempertanyakan dan menyayangkan sikap Singapura seperti itu. Di antaranya PP Muhammadiyah.
Belakangan baru ada jawaban dari pihak Singapura yang dirilis ke sejumlah media. Melalui kementerian dalam negerinya, Singapura menjelaskan bahwa UAS dilarang masuk ke Singapura karena tergolong ekstrimis.
Ekstrimis yang dimaksud adalah menyalahkan agama lain termasuk ajaran Kristen. Hal tersebut dinilai dari sejumlah ceramah UAS. Dan hal ini menurut Singapura sangat bertentangan dengan kebijakan dalam negerinya.
Lalu, bagaimana dengan Iisrael yang selama ini mesra-mesra saja dengan Singapura. Apakah Israel bukan kelompok ekstrim yang kerap melecehkan Islam dan Kristen?
Bagaimana pula dengan koruptor Indonesia yang biasa kabur ke Singapura? Apakah orang-orang kriminil seperti itu tidak bertentangan dengan kebijakan dalam negeri Singapura?
Boleh-boleh saja Singapura menilai bahwa menerima atau menolak warga asing termasuk negara tetangga sebagai hak negaranya.
Namun, setidaknya ada penjelasan yang bijak kenapa seseorang diterima atau ditolak masuk padahal ia bukan pelaku kriminalitas. Terlebih lagi terhadap tokoh umat yang cukup berpengaruh.
Perlakuan Singapura terhadap UAS sangat menyakitkan umat Islam di Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan arogansi yang tidak seperlunya. Atau, Singapura memang ingin menunjukkan dirinya sebagai salah satu negara yang mendukung Islamophobia. [Mh]