KISAH inspiratif berikut tentang raja yang tidak sabar dan menteri yang selalu tawakkal dan ridha terhadap ketetapan Allah Subhanahu wa taala.
Dijelaskan oleh K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc., ridha kepada ketetapan Allah sangat indah dan mudah diucapkan tetapi berat penerapannya dalam kehidupan.
Perlu keyakinan dan motivasi kuat untuk bisa mencapainya.
Apalagi ridha kepada ketetapan dan takdir Allah merupakan maqam (tingkatan) keimanan dan keyakinan yang sangat tinggi di sisi Allah.
Maqam ridha ini terasa makin berat karena jiwa manusia sangat lemah dan selalu memandang sesuatu dengan pandangan zahir terutama saat mendapat ujian berat.
Kebanyakan manusia merasa takut dan berkeluh kesah saat pertama kali mendapat musibah yang menimpanya. Karena pandangannya yang lemah dan dangkal.
Padahal Allah Maha Mengatur segala sesuatu dengan hikmah-Nya.
Bisa jadi ujian atau musibah itu membawa kebaikan yang banyak di dunia kepada orang yang diuji.
Sedangkan di akhirat akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan jika bisa bersabar menjalaninya.
Ada sebuah kisah yang menyampaikan pelajaran indah.
Kisah ini menyadarkan dan meyakinkan kita bahwa segala sesuatu yang datang dari Allah pasti membawa kebaikan.
Sekalipun pada zahirnya berupa ujian, musibah, penderitaan, kesedihan dan penyakit tetapi Allah menjalankan takdir-Nya pada kita sesuai kehendak-Nya, untuk suatu hikmah yang hanya diketahui-Nya.
Perlu keyakinan dan baik sangka yang kuat dari kita.
Orang yang mencapai maqam ridha akan menjadi orang paling bahagia dalam hidupnya.
Karena sejatinya, Allah lebih sayang kepada hamba-Nya ketimbang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
Allah ingin menguji daya tahan (endurance) dan kesabaran kita dalam memikul beban dan menghadapi kesulitan.
Allah ingin agar kita selalu bersimpuh di depan pintu-Nya seraya berharap rahmat dan ampunan-Nya.
Allah ingin agar kita menjadi orang yang kuat di dunia dan mendapat derajat yang tinggi di surga-Nya.
Baca juga: Belajar dari Kisah Shalahuddin Al-Ayyubi
Kisah Raja yang Tidak Sabar dan Menteri yang Tawakkal
Kisah indah berikut ini membawa pesan bahwa segala sesuatu yang datang dari Allah pasti membawa kebaikan sekalipun pada zahirnya tidak menyenangkan.
Akan tetapi, bila manusia sudah mengetahui kebaikan yang ada di balik sesuatu yang dianggapnya tidak menyenangkan itu pasti dia akan bersyukur atas musibah yang dialaminya itu. Kisah berikut ini menjadi buktinya.
Kisah ini berkisah tentang seorang raja dan menterinya.
Sang menteri selalu bertawakal, bersangka baik dan ridha kepada Allah dalam semua urusannya.
Pada suatu hari, salah satu jari tangan raja terpotong pisau yang digunakannya hingga banyak mengeluarkan darah.
Menyaksikan peristiwa tersebut sang menteri berucap, “insya Allah baik”.
Mendengar ucapan ini, raja pun marah kepada menteri dan menyanggah, di mana baiknya sedangkan darah terus mengucur dari jariku!!!
Setelah itu, raja memenjarakan sang menteri.
Menteri pun menerima keputusan ini seraya berucap sebagaimana kebiasaannya, “Insya Allah baik”.
Ia pun pergi masuk ke dalam penjara dengan hati ridha.
Raja punya kebiasaan pergi ke hutan di setiap hari Jumat untuk liburan.
Pada akhir liburan itu, ia turun di sebuah tempat di dekat hutan sangat besar.
Setelah istirahat sejenak, raja pun masuk hutan.
Saat masuk hutan, raja terkejut karena di hutan tersebut ada orang-orang yang menyembah berhala.
Hari itu bertepatan dengan hari raya berhala. Mereka mencari orang-orang yang layak dikorbankan untuk berhala.
Mereka menangkap raja untuk dijadikan korban bagi berhala mereka.
Akan tetapi, saat melihat jari raja yang buntung, mereka berkata, “Tangannya cacat tidak layak dijadikan korban untuk berhala”. Mereka pun melepasnya.
Saat itulah sang raja teringat perkataan menterinya ketika jarinya terpotong oleh pisau yang digunakannya, “Insya Allah baik”.
Sepulang dari perjalanan liburannya, raja langsung membebaskan menterinya dari penjara seraya menuturkan peristiwa yang dialaminya di hutan.
Raja berkata di akhir penuturannya, “Terpotongnya jariku itu benar-benar baik buatku.. Tetapi saya mau bertanya tentang perkataanmu saat kamu pergi ke penjara. Kamu berucap, “Insya Allah baik”. Di mana letak kebaikannya saat kamu masuk penjara?!!!
Menteri menjawab, “Saya menjadi menteri raja dan selalu menyertai raja ke mana pun pergi. Seandainya saya tidak masuk penjara, pasti saya yang dijadikan korban untuk berhala itu karena tubuhku tidak ada cacatnya. Karena itu mendekam di penjara menjadi kebaikan bagiku”.
Firman Allah:
ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Bisa jadi kita sering menghadapi peristiwa yang mirip dengan kisah di atas dalam bentuknya yang lain.
Di sinilah urgensi memiliki sikap ridha selalu kepada ketetapan dan takdir Allah terutama yang tidak menyenangkan secara zahir.
Karena di balik peristiwa itu ada banyak kebaikan yang disiapkan Allah melalui peristiwa tersebut.[ind]