ChanelMuslim.com – Terdapat kisah seorang laki-laki fasik dan zalim dari Bani Israil pada zaman Nabi Musa. Masyarakat sekitar tidak ada yang bisa menangani tingkah fasik dan zalim si pria tersebut. Nabi Musa pun diperintahkan Allah untuk mengusir laki-laki tersebut.
Baca Juga: Kisah Nabi Musa Sakit Perut dan Ditegur Allah
Kisah Laki-laki Fasik Diusir
Dilansir laman islam.nu.or.id, yang ditulis oleh M. Tatam, Nabi Musa pun lantas melaksanakannya. Si laki-laki diusir hingga pergi ke daerah kosong tak berpenghuni. Tak hanya kosong penghuni, tetapi juga tak memiliki sumber makanan dan minuman.
Tak berselang lama, karena tak ada sumber makanan dan tak ada orang yang bisa dimintai pertolongan, laki-laki itu jatuh sakit. Ia tergeletak di tanah begitu saja.
Tidak ada yang menengok. Tak ada yang merawat. Dalam kondisi terbaring, ia berucap, “Ya Tuhanku, seandainya ibuku ada di dekat kepalaku, pasti ia akan menyayangiku dan menangisiku.
Seandainya ayahku berada di sampingku, pasti ia akan menolongku, memandikan jenazahku, dan mengafaniku. Seandainya istriku ada di dekatku, pasti ia akan menangisi perpisahanku.
Seandainya anak-anakku berada dekatku, pasti mereka akan mengiringi jenazahku, sambil mendoakan, “Ya Allah, ampunilah orang tua kami yang lemah, ahli maksiat, dan terusir dari kampungnya ini.
Ia keluar dunia menuju akhirat dalam keadaan putus asa dari segala sesuatu kecuali dari rahmat Allah.”
Suara si laki-laki kembali terdengar, “Ya Allah, jika Engkau memutus hubunganku dengan orang tuaku, dari istri tercintaku, dan dari anak-anakku, tetapi jangan putuskan aku dari rahmat-Mu. Kau bakar hatiku karena perpisahan dengan mereka, tetapi jangan Kau bakar aku dengan api neraka-Mu akibat kemaksiatanku.”
Baca Juga: Mengambil Hikmah dari Kisah Nabi Musa dan Ahli Sihir
Allah Mengampuni Dosa-dosanya
Allah pun berkehendak mengabulkan permohonannya dan mengampuni dosa-dosanya. Pada saat itu pula, Dia utus para bidadari yang menyerupai ibu dan istrinya.
Dia utus pula malaikat yang menyerupai ayah dan anak-anaknya. Mereka duduk di sampingnya sambil menangis. Melihat semua orang yang tadi dibayangkannya hadir di hadapannya, hati si laki-laki senang tiada tara.
Dia berucap, “Ya Allah, jangan putuskan aku dari rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.” Doanya diperkenan Allah. Dia mencurahkan rahmat-Nya. Allah ampuni segala dosanya.
Pada saat yang sama, Allah kembali menurunkan wahyu kepada Nabi Musa untuk pergi ke tempat si laki-laki berada. Disampaikan kepadanya, “Ada seseorang yang meninggal terasing. Ia adalah salah seorang wali-Ku. Maka mandikanlah dan kafanilah! Urus jenazahnya sebagaimana mestinya.”
Begitu sampai di tempat yang dituju, sang nabi terkejut luar buasa. Sebab, ternyata laki-laki yang meninggal itu tak lain laki-laki yang pernah diusirnya.
Lebih heran lagi, beliau mendapati bidadari yang tengah menangisinya. Dalam keheranannya, sang nabi bertanya, “Ya Tuhanku, bukankah ini laki-laki fasik yang pernah aku usir sesuai perintah-Mu?”
“Benar, Musa, tetapi Aku merahmatinya. Aku mengampuninya. Pada saat sakitnya, ia terasing dari ayah, ibu, istri, dan anak-anaknya. Maka Aku kirim para bidadari dan para malaikat kepadanya yang menyerupai ibu, istri, ayah, dan anak-anaknya.
Itu Aku lakukan semata sayang kepadanya. Ia terhina dan terasing. Saat meninggal, para penduduk langit dan bumi (malaikat) menangisinya. Bagaimana Aku tidak menyayanginya? Sebab, Aku adalah Dzat yang maha sayang di antara para penyayang.” (Lihat: Syekh Muhammad ibn Abu Bakar, al-Mawa‘izh al-‘Ushfuriyyah, hal. 21). [Cms]