PARA sahabat Rasulullah memiliki kisah kejujuran masing-masing. Kisah-kisah mereka sangat indah untuk kita renungi dan jadikan inspirasi. Mereka adalah generasi pilihan yang dididik dan mendapat teladan terbaik langsung dari Rasulullah.
Kejujuran adalah hal yang penting bagi Rasulullah, karenanya Rasul akan marah jika ada dari salah seorang sahabatnya berkata tidak jujur. Berikut adalah beberapa penggalan kisah mengenai kejujuran para sahabat.
Baca Juga: Risiko Kejujuran
Kisah Kejujuran Para Sahabat Rasulullah
Sesungguhnya Allah Telah Membenarkanmu, Wahai Zaid
Zaid bin Arqam berkata, “Aku berada dalam sebuah peperangan. Aku mendengar Abdullah bin Ubay berkata, ‘Janganlah kalian berinfak kepada orang yang berada di sekitar Rasulullah sampai mereka meninggalkan beliau! Jika kita meninggalkan beliau, maka orang-orang yang kuat akan mengeluarkan orang-orang lemah dari kelompoknya.’
Aku menceritakan ucapan Abdullah kepada pamanku atau Umar, kemudian dia menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau memanggilku, dan aku menceritakan ucapan Abdullah bin Ubay.
Rasulullah memanggil Abdullah bin Ubay dan sahabatnya.
Mereka bersumpah bahwa Abdullah bin Ubay tidak mengatakan hal tersebut. Rasulullah menganggapku berdusta dan membenarkan Abdullah bin Ubay. Aku pun mengalami kesedihan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Aku duduk di rumah. Maka pamanku berkata kepadaku, “Kamu tidak menginginkan apa-apa, sampai Rasulullah menganggapmu berdusta dan marah kepadamu.”
Ketika itu, Allah menurunkan Ayat, “Idzaa Jaa’akal munaafiquun… ” Rasulullah memanggilku dan membacakan ayat tersebut. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah membenarkanmu, wahai Zaid.”
Kejujuran yang Membawa Syahid
Anas bin Malik berkata, “Pamanku yang bernama Anas bin An-Nadhr tidak turut serta dalam Perang Badar bersama Rasulullah, dan itu membuatnya gundah.”
Pamanku itu berkata, “Aku tidak turut serta dalam perang pertama yang disaksikan Rasulullah. Demi Allah, jika Allah menghendaki aku turut serta dalam perang yang dipimpin oleh beliau, maka Allah pasti melihat apa akan aku perbuat.”
Anas bin Malik berkata, “Paman takut tertinggal dalam perang yang lain, maka ia turut serta Rasulullah dalam perang Uhud di tahun berikutnya.”
Sa’ad bin Muadz menyambutnya, dan Anas bin An-Nadhr bertanya padanya, “Wahai Abu Amru, kemana kamu hendak pergi?”
Tanpa menunggu jawaban Sa’ad, Anas bin An-Nadhr berkata, “Aku rindu aroma surga. Aku mendapati aroma itu berada di dekat Uhud.”
Kemudian Anas bin An-Nadhr pergi berperang dan terbunuh di sana. Pada tubuhnya ditemukan delapan puluhan luka akibat pukulan, tikaman, dan lemparan.
Bibiku yang bernama Ar-Rubbayi’ bin An-Nadhr berkata, “Aku tidak mengenali lagi saudaraku kecuali jari-jarinya.” Kemudian turunlah ayat: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menempati apa yang telah mereka janjiku kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur.
Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya).” (Al-Ahzab:23)
[Cms]
Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad & Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pustaka Al-Kautsar