ChanelMuslim.com – Baitul Maqdis pernah dijual kepada pihak asing pada masa kepemimpinan keluarga Shalahuddin. Hal ini bermula dari permohonan bantuan yang diajukan oleh pihak Shalahuddin dengan menjanjikan Baitul Maqdis sebagai imbalan apabila pihak asing itu mau membantu.
Baca Juga: Sejarah Shalahuddin Al Ayyubi Membebaskan Baitul Maqdis
Baitul Maqdis Dijual ke Raja Frederick II
Dilansir channel telegram Generasi Shalahuddin, dunia Islam tersenyum riang ketika Shalahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina dari cengkraman penjajahan Pasukan Salib.
Doa-doa baik dilantunkan untuknya. Khutbah Jum’at di banyak daerah memberitakan kemenangannya. Ulama-ulama datang memberi selamat sembari mendoakan agar Shalahuddin selalu menjadi pemimpin yang baik.
Saat itu tahun 1187, dan Shalahuddin membebaskan Al Aqsa setelah 88 tahun dijajah. Sepeninggal Shalahuddin, kursi Kepemimpinan Negara Ayyubiyyah dipegang oleh keluarga besarnya.
Beberapa Sultan mengisi jabatan kekuasaan sampai akhirnya muncul satu Sultan bernama Al Kamil. Sosok itu menjadi penguasa kelima Negara Ayyubiyyah yang berpusat di Mesir.
Namun, sayangnya pada era itu, kota Baitul Maqdis dijual kepada Raja Frederick II. Ia menggadaikan kota suci yang dulu diperjuangkan oleh Shalahuddin Al Ayyubi, pamannya sendiri.
Kisah ini terjadi 35 tahun sejak Shalahuddin membebaskan Palestina. Selama 3 dekade itu, Kaum Muslimin bisa kembali nyaman beribadah di Masjid Al Aqsha dan sekitarnya.
Umat Islam benar-benar bisa memeluk Palestina sepenuhnya, tak seperti ketika dijajah Pasukan Salib. Namun, Al Kamil ini berbeda. Ia pemimpin yang kurang berdedikasi. Cenderung lemah dan tidak teguh dalam berprinsip.
Baca Juga: Hayya tentang Kepedulian Milenial kepada Sesama dan Baitul Maqdis
Bermula dari Pasukan Salib yang Menyerang
Semua itu dimulai ketika gelombang kelima Pasukan Salib datang menyerang Kota Dimyath di utara Mesir tahun 1219. Sultan Al Adil —ayah Al Kamil— mulanya sudah merencanakan untuk menyerah dan memberikan Baitul Maqdis kepada Pasukan Salib, tetapi musuh tidak setuju.
Mereka ingin Palestina dan Mesir seluruhnya. Kabar baiknya, gelombang Pasukan Salib kelima ini akhirnya dipatahkan jua oleh 3 putra Al Adil: yakni Al Kamil, Al Mu’adzam Isa dan Al Asyraf Musa setelah 18 bulan si musuh bercokol di Dimyath.
Musibah justru datang setelah kemenangan. Putra-putra Sultan Al Adil berebut kekuasaan, yakni antara Al Kamil yang jadi penguasa Mesir dan Al Mu’adzam Isa penguasa Palestina. Keduanya memohon bantuan pihak asing untuk saling menyingkirkan.
Al Kamil memohon bantuan Raja Frederick II pemimpin Kekaisaran Romawi Suci, sedangkan Al Mu’adzam Isa meminta bala bantuan Kesultanan Khawarizmia.
Salah satu iming-iming yang ditawarkan Al Kamil pada Frederick II adalah Kota Baitul Maqdis dan semua wilayah yang pernah dibebaskan Shalahuddin akan diberikan untuk Pasukan Salib. Sebuah keputusan dangkal yang dilakukan pemimpin muslim hanya karena ia berebut kekuasaan dengan saudaranya sendiri.
Frederick II menerima tawaran tersebut dan akhirnya menyiapkan pasukan menuju ke Palestina.
Ekspedisi Frederick II ke Palestina —disebut dengan Perang Salib Keenam— terhitung sebagai Perang Salib paling aneh; karena Frederick hanya membawa 600 tentara dengan kapal sederhana.
Seakan-akan Frederick II sejak awal memang sudah berniat untuk menerima “hadiah” Baitul Maqdis dan tidak perlu berperang untuk mendapatkannya. Namun, kondisi berubah drastis ketika ia sampai di Kota Akka. [Cms]
(Bersambung pada bagian kedua)