SYAFIYAH binti Huyay adalah istri nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dari keturunan Yahudi. Ia adalah putri Huyay bin Al Akhtab.
Pemimpin Bani Nadhir yang menghasut Quraisy untuk menyerang Madinah dalam Perang Khandaq.
Suaminya, Kinanah bin Abul Huqaiq, dibunuh akibat berkhianat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam karena menyembunyikan harta Bani Nadhir.
Syafiyah binti Huyay diberikan kepada Dihyah bin Al Khalifah.
Namun, seorang sahabat merasa iba kepada putri bangsawan Yahudi itu. Ia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan berkata,
“Wahai Rasulullah Apakah engkau menyerahkan Syafiyah binti Huyay, putri pemimpin Quraidhah dan Bani Nadhir kepada Dihyah? Shafiyah hanya pantas dimiliki engkau.”
Untuk menjaga kehormatan Syafiyah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta Dihyah mengambil tawanan yang lain.
Beliau menawarkan Syafiyah agar masuk Islam. Shafiyah pun menerimanya.
Setelah itu, Shafiyah pun menerima pinangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan kebebasannya sebagai mahar.
Baca Juga: 11 Istri Nabi Muhammad, Siapakah Mereka?
Syafiyah binti Huyay Istri Nabi Keturunan Yahudi
Di Ash Shaba’, dalam perjalanan pulang ke Madinah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyelenggarakan walimah nikah. Ummu Sulaim merias Syafiyah.
Untuk makan, dihidangkan kurma, makanan dari tepung, dan keju. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berada di sana selama tiga hari.
Pada saat itu, beliau melihat memar memar biru pada wajah bunda Shafiyah, lalu beliau bertanya, “Ada apa ini?”
“Wahai Rasulullah, sebelum engkau mendatangi kami, aku bermimpi melihat bulan seakan akan terlepas dari tempatnya dan jatuh ke bilikku.
Aku menceritakan mimpi ini kepada suamiku dan aku tidak menyebut-nyebut dirimu sedikitpun, namun ia menempeleng wajahku.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersenyum dan memberikan kata-kata menghibur, “Rupanya engkau dianugerahi kerajaan yang ada di Madinah.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menikahi Shafiyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya.
Pernikahan beliau dengan Syafiyah didasari beberapa landasan.
Syafiyah telah diberikan pilihan oleh Rasululah dengan memeluk Islam atau dimerdekakan dan kembali kepada agamanya, namun Syafiyah lebih memilih memeluk Islam.
Syafiyah juga merupkan putri dari orang yang sangat gigih menentang Islam, di samping itu juga kecintaanya kepada Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Shafiyah berusaha mengejar ketinggalannya dalam berislam selama ini. Setiap waktu, selalu ia gunakan untuk beribada kepada Allah Subhanahu wa taala.
Ia adalah seorang yang sangat jujur, berkata apa adanya dan bukan basa basi, hatinya bersih dan keterbukannya tulus.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menghormati Shafiyah sebagaimana hormatnya beliau terhadap istri-istri yang lain.
Akan tetapi, istri-istri beliau menyambut kedatangan Syafiyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan.
Menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, Syafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras yang cantik, sehingga membuat cemburu istri-istri Rasulullah yang lain.
Akibat sikap mereka, Rasulullah pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Syafiyah.
Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut:
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tengah dalam pejalanan. Tiba tiba unta Syafiyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab:
‘Unta tunggangan Syafiyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dari untamu?”
Zainab menjawab:
‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharram.
Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata:
‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku’
Aisyah mengatakan lagi:
“Suatu siang, aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Syafiyah mendengar obrolan Hafsah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ngungkit asal usul dirinya. Betapa sedih perasaannya.
Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis.
Rasulullah menghiburnya:
‘Mengapa engkau tidak katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun dan pamanku Musa.”
Baca Juga: Tertawanya Istri Nabi Ibrahim
Salah satu bukti cinta Syafiyah kepada Nabi terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat.
Syafiyah berkata:
“Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.”
Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain.
Melihat hal demikian Rasulullah berkata;
“Berkumurlah!”
Dengan terkejut mereka bertanya:
“Dari apa?”
Beliau menjawab:
“Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah dia adalah benar.”
Baca Juga: Mengenal Para Istri Nabi Muhammad dan Saudara Sepersusuannya
Setelah Rasulullah wafat, Syafiyah merasa sangat terasing di tengah kaum Muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dari Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Ketika terjadi fitnah besar tentang kematian Utsman bin Affan, berada di barisan Utsman. Selain itu pun, ia banyak meriwayatkan hadis Nabi.
Di hari-hari terakhir kehidupan Utsman bin Affan, Syafiyah menorehkan sikap mulia yang menunjukkan keutamaan dan pengakuannya terhadap kedudukan Utsman bin ‘Affan.
Kinanah berkata:
“Aku menuntun kendaraan Syafiyah ketika hendak membela Utsman. Kami dihadang oleh Al-Asytar, lalu ia memukul wajah keledainya hingga miring. Melihat hal itu, Syafiyah berkata:
‘Biarkan aku kembali, jangan sampai orang ini mempermalukanku.’
Kemudian, Syafiyah membentangkan kayu antara rumahnya dengan rumah Utsman guna menyalurkan makanan dan air minum.”
Sikap mulia ini menunjukan ketidaksukaan Ummul Mukminin Syafiyah radhiyallahu anha terhadap orang-orang yang menzalimi dan menekan Utsman, bahkan membiarkannya kelaparan dan kehausan.
Syafiyah wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Sufyan sekitar tahun 50 H. Jenazahnya dimakamkan di Baqi, berdampingan dengan makam istri Rasulullah yang lain.
Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’. [Wn/ind]
Sumber: islamnyamuslim.com/Sirah Nabawiyah Mubarakfurry