ChanelMuslim.com – Kisah berikut tentang Imam Hanafi yang menangis ketika bertemu anak kecil. Apakah yang dikatakan anak kecil tersebut sehingga membuat seorang Imam besar menangis?
Satria Hadi Lubis menuliskan kisah ini sebagai berikut.
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan sepatu kayu.
“Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir,” sang imam menasihati.
Bocah miskin ini pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri mazhab Hanafi ini dengan ucapan terima kasih.
”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah itu. ”Nu’man.” jawab Imam Hanafi. “Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘zham (imam agung) itu?” tanya bocah itu lagi.
”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku,” jawab sang imam.
“Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi GELARMU itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”
Ulama hebat yang diikuti banyak umat Islam itu pun tersungkur menangis.
Imam Hanafi bersyukur. Siapa sangka, peringatan itu datang dari lidah seorang bocah.
Baca Juga: Perjalanan Imam Syafi’i Menimba Ilmu
Imam Hanafi Menangis Ketika Bertemu Anak Kecil Ini
Hari ini kita melihat betapa banyak orang bangga dengan gelarnya. Apakah itu gelar akademis, gelar bangsawan, gelar jabatan atau gelar hajinya.
Bahkan ada orang yang tersinggung jika gelarnya tidak disebutkan. Padahal gelar-gelar itu menjadi percuma jika tidak disertai ketakwaan dan sikap tawadhu.
Gelar bisa menjerumuskan kita ke neraka kalau kita meletakkan nilai kepribadian kita semata-mata dari gelar fana tersebut.
Begitu bergengsinya gelar, sehingga misalnya untuk sebuah undangan pernikahan saja sampai sang penganten menyebutkan gelar akademisnya.
Padahal kalau dipikir-pikir apa hubungannya antara menikah dengan menyebutkan gelar di surat undangan pernikahan?
Sesungguhnya sebaik-baiknya “gelar” adalah tingkat ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa taala.
Bukankah Allah telah menetapkan sejak diciptakannya manusia bahwa yang paling mulia di antara kita adalah yang paling bertaqwa?
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
“Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti” (Qs. 49 ayat 13).[ind]