ChanelMuslim.com – Akhir-akhir ini aku kok baper ya? Dikritik sedikit, kesal. Dicuekin, sedih. Duh, malu-maluin saja. Syukur tak ada yang tahu. Coba kalau mereka tahu, kemudian meledek, “idih gitu aja baper…”
Makin baper parah pasti.
Sayup terdengar suara jam di ruang tengah berdentang 11 kali. Hmm, sudah hampir setengah jam aku merebahkan badan. Namun tak jua hanyut ke alam mimpi. Sekali lagi aku membalikkan badan. Gelisah.
“Ah mungkin karena lagi gak enak body,” pikirku. Kuraba kening. Tak demam.
“Pasti lagi PMS.”
Kulirik kalender di dinding. Benar. Sebentar lagi jadwal haid. Klop. Yes! Aku dapat kambing hitam.
Tapi, apa jadinya kalau semua wanita bikin alasan ini? Bisa-bisa tiap saat ada yang baper.
Bayangkan. Lagi rapat, tiba-tiba dua wanita yang sedang PMS ribut gara-gara tersinggung usulnya ditolak.
Ada lagi anak-anak berangkat sekolah tanpa sarapan karena ibunya yang lagi PMS ngambek karena dipanggil “endut” oleh ayah. Bahaya kan?
Aku merenung lagi. Pikiranku menerawang ke suatu masa…
14 abad silam.
Malam itu rumah Rasulullah dikepung. Puluhan tukang jagal berwajah bengis diutus oleh para pemuka adat untuk menghabisi beliau. Dengan pedang terhunus, mereka menerobos masuk sambil berteriak garang,
“Mana Muhammad? Serahkan si penyair gila kepada kami!”
Para pembunuh bayaran merangsek menuju tempat tidur Rasulullah. Nampak seseorang berkemul selimut di ranjang. Suasana semakin tegang.
“Bunuh dia. Bunuh Muhammad!”
Selimut dibuka. Pedang berkilat siap menghujam tubuh yang tak berdaya. Namun, alangkah terkejutnya mereka tatkala mendapati orang itu bukan Muhammad. Ia adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah.
“Sialan. Kita ditipu. Ayo kejar Muhammad.”
Tergesa-gesa mereka keluar mencari Baginda Rasul. Kemarahan semakin meluap. Tak sabar ingin menangkap dan memberi pelajaran kepada orang yang dianggap sok pintar. Berani-beraninya membawa ajaran baru. Ini jelas sabotase bagi kekuasaan yang sudah mapan.
Sementara itu, Rasulullah dan Abu Bakar sudah berada di dalam goa Bukit Tsur. Allah menyelamatkan mereka dari kejaran kaum kafir. Kurang lebih tiga hari dua malam mereka bersembunyi di sana.
Namun masalah tidak selesai begitu saja. Selama bersembunyi, Rasulullah dan Abu Bakar butuh pasokan makanan. Sementara suasana di kota Mekkah masih tegang. Kaum kafir sudah bulat tekad akan membunuh Rasul dimanapun berada. Karena itu, tak mudah untuk mengirimkan makanan kepada Baginda.
Baca Juga: Nasihat Asma Binti Abu Bakar Saat Putranya di Ambang Kematian
Baper dan Perjuangan Asma binti Abu Bakar
Dalam dilema ini, muncul Asma binti Abu Bakar. Wanita yang tengah hamil ini mengambil tugas besar.
“Aku siap mengantar makanan dan minuman untuk Rasul dan ayahku.”
Begitulah perjuangan Asma dimulai. Dengan mengendap-endap, ia berangkat melewati padang pasir dan bebatuan terjal. Kadang mendaki, kadang menurun. Sesekali ia menengok ke belakang, memastikan tak ada yang mengikuti. 7 kilometer ia tempuh dari Mekkah ke Goa Tsur. Pulang pergi genap 14 kilometer dilaluinya. Andai ketahuan, nyawa dan bayi dalam kandungan jadi taruhan.
Saat itu Asma tidak punya tali untuk membawa makanan. Maka ia robek selendangnya menjadi dua utas. Satu untuk mengikat perutnya yang berat, satu lagi untuk mengikat makanan. Karena itu ia dijuluki Dzatun Nithaqain. Sang pemilik dua selendang.
Sampai disini aku bergidik.
Ya Rabb…segitu heroiknya perjuangan para sahabat. Bagaimana mungkin Ali rela menggantikan posisi calon korban eksekusi? Kenapa Abu Bakar mau menemani Rasul yang jelas-jelas sedang buron?
Lalu Asma. Ia sedang hamil. Bukankah itu masa-masa wanita butuh dimanja? Jika perlu, semua jenis ke-baper-an bertumpuk menjadi satu. Minta dibelikan rujak, minta dipijit, minta berlian kalau perlu. Tapi tidak bagi Asma. Tak ada alasan untuk baper-baperan. Perjuangan terlalu berharga untuk dilewatkan.
Tak cuma sampai di situ.
Siang hari Abu Jahal menyambangi rumah Asma.
“Di mana Muhammad dan ayahmu?” tanyanya.
“Mengapa kau bertanya kepadaku? Sejak kapan seorang laki-laki Arab memberitahu kepada anaknya ke mana ia pergi? Bukankah Abu Bakar biasa berdagang ke banyak tempat tanpa memberitahuku?” jawab Asma.
Abu Jahal berang.
“Di mana Muhammad dan ayahmu sekarang?” Suaranya menggelegar membuat bulu kuduk merinding.
“Bukankah sudah kujawab bahwa Abu Bakar bisa pergi ke mana saja. Apalagi Muhammad yang bukan ayahku,” jawab Asma tegas.
“Plakkk!”
Pukulan keras mendarat di kepala Asma. Darah mengalir dari kepala wanita mulia itu. Namun ia bergeming. Tak sedikitpun rahasia terbongkar.
Abu Jahal akhirnya pergi dengan kehinaan. Tak biasa orang Arab memukul kepala wanita merdeka. Kejadian ini dicatat dalam sejarah sebagai kehinaan bagi Abu Jahal.
**
Teng…teng…teng… Jam ruang tengah berdentang 12 kali. Lamunanku buyar. Aku menghela napas. Ku pejamkan mata yang sudah sangat mengantuk. Lirih aku berbisik, “Baper? Minggat sana!”[ind]
sumber: tulisan asli berjudul “Baper”. Penulis: Sy Nani Rahmani (Humas Salimah)