ABU Musa Al-Asy’ari adalah manusia menakjubkan sifat-sifat mulianya. la seorang prajurit gagah berani dan pejuang tangguh bila berada di medan perang.
la orang yang sangat ramah, sangat baik dan lebih mengutamakan perdamaian. la seorang ahli fiqih, berpikir sehat, cerdas, mudah mencari solusi, fatwa, dan keputusannya menjadi rujukan.
Hingga ada yang menyebutkan, “Hakim umat ini ada empat orang: Umar, Ali, Abu Musa, dan Zaid bin Tsabit.”
Di samping itu semua, ia masih sangat polos. Orang yang ingin menipunya dengan mengatasnamakan Allah, maka ia akan berhasil menipunya.
Baca Juga: Jalan Cinta Naila Binti Al-Farafishah, Istri Pejuang Islam
Abu Musa Al-Asy’ari Pejuang Cerdas dalam Setiap Peperangan
la sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya. la sangat percaya kepada orang lain.
Seandainya kita ingin memilih satu semboyan dari kehidupannya, maka semboyan itu akan berbunyi, “Yang penting ikhlas! Apa pun yang akan terjadi setelah itu, terjadilah.”
Di medan perang, Abu Musa mengemban tugas dengan penuh keberanian hingga menyebabkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berkata tentang dirinya, “Pahlawan pasukan berkuda ialah Abu Musa.”
Abu Musa sendiri pernah menggambarkan kehidupannya sebagai pejuang, “Kami pernah bersama Rasulullah dalam satu peperangan. Saat itu, telapak kaki kami pecah-pecah. Bahkan, kuku kakiku banyak yang terlepas hingga kami membalut telapak kaki kami dengan sobekan kain.”
Di medan perang, kebaikan dan jujurannya tidak akan menyeretnya terjebak dalam kelicikan musuh karena dalam suasana seperti ini, ia akan melihat semua permasalahan dengan sejelas-jelasnya dan menyelesaikannya dengan tekad bulat.
Pernah terjadi, dalam proses pembebasan wilayah Persia, Abu Musa dengan pasukannya tiba di daerah Isfahan. Penduduknya minta berdamai dengan perjanjian, mereka akan membayar upeti.
Akan tetapi, mereka tidak sungguh-sungguh ingin berdamai. Mereka hanya ingin mengulur waktu untuk mempersiapkan diri lalu menyerang kaum muslimin saat mereka lengah.
Namun, kecerdasan Abu Musa yang selalu hadir saat dibutuhkan, mencium niat jahat itu. Tatkala mereka bermaksud melakukan serangan secara licik, Abu Musa tidak terkejut, bahkan sudah siap menghadapi mereka.
Peperangan pun terjadi. Belum sampai tengah hari, perang sudah berakhir dengan kemenangan gemilang di pihak kaum muslimin. [Ai/Ln]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom