ChanelMuslim.com – Beberapa hari lalu kami sudah membahas laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sekarang sebaliknya, seorang wanita muslimah menikahi laki-laki Yahudi atau Nasrani. Kasus ini memiliki nilai lain dengan sebelumnya. Islam telah melarang hal ini terjadi, namun tidak sedikit wanita muslimah yang melanggarnya. Larangan ini berdasarkan Al Quran, As Sunnah, dan ijma’.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka ; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.(QS. Al Mumtahanah (60): 10)
Baca Juga: Hikmah Rasul Menikahi Banyak Wanita
Wanita Muslimah Menikahi Laki-laki Non Muslim
Berkata Imam Al Qurthubi Rahimahullah tentang ayat (maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafiritudan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka):
“Yaitu Allah tidak menghalalkan wanita beriman untuk orang kafir, dan tidak boleh laki-laki beriman menikahi wanita musyrik.”
(Imam Al Qurthubi, Jami’ul Ahkam, 18/63. Tahqiq: Hisyam Samir Al Bukhari. Dar ‘Alim Al Kutub, Riyadh)
Dalam As Sunnah, adalah Zainab puteri Rasulullah menikahi Abu Al ‘Ash yang masih kafir. Saat itu belum turun ayat larangan pernikahan yang seperti ini. Ketika turun ayat larangannya, maka Zainab meninggalkannya selama enam tahun hingga akhirnya Abu Al ‘Ash masuk Islam. Akhirnya nabi mengulangi pernikahan mereka dengan akad yang baru.
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan:
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengembalikan puterinya, Zainab, kepada Abu Al ‘Ash bin Ar Rabi’ setelah enam tahun lamanya, dengan pernikahan awal.
(HR. At Tirmidzi No. 1143, katanya: “isnadnya tidak apa-apa.” Ibnu Majah No. 2009, Abu Daud No. 2240, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2811, 6693, Ahmad No. 1876)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Dishahihkan oleh Imam Ahmad.” (Lihat Tahdzibus Sunan, 1/357). Imam Al Hakim menshahihkannya, katanya sesuai syarat Imam Muslim. (Al Mustadrak No. 6693). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 1876). Syaikh Al Albani menshahihkannya. (Irwa’ Al Ghalil No. 1961)
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan bahwa larangan tersebut adalah ijma’, katanya:
Dan, telah menjadi ijma’ (konsensus) yang kuat atas haramnya wanita muslimah menikahi orang-orang kafir. (Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 15/203. Mawqi’ Al Islam)
Di samping larangan menurut tiga sumber hukum Islam (Al Quran, As Sunah, dan Ijma’), hal ini juga terlarang karena biasanya isteri mengikuti suami. Jika suami kafir, maka besar kemungkinan ia akan mengendalikan anak isterinya untuk mengikuti agamanya. Sekalipun itu tidak terjadi, hal ini tetap terlarang menurut Al Quran, As Sunnah dan Ijma’.
Syaikh Wahbah Az Zuhailli Hafizhahullah menjelaskan:
“Karena pada pernikahan ini, dikhawatirkan terjatuhnya wanita muslimah dalam kekafiran, karena biasanya suami akan mengajaknya kepada agamanya, dan para isteri biasanya mengikuti para suami, dan mengekor agama mereka, ini telah diisyaratkan pada akhir ayat: (mereka itu mengajak kepada neraka) (QS. Al Baqarah (2): 122), yaitu mereka mengajak wanita-wanita beriman kepada kekafiran, dan ajakan kepada kekafiran merupakan ajakan kepada neraka, karena kekafiran mesti masuk ke neraka, maka menikahnya laki-laki kafir dengan muslimah merupakan sebab kepada keharaman, maka itu adalah haram dan batil.”
(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 9/144)
Dalam Majalah Majma’ Al Fiqh Al Islami (Majalah Lembaga Fiqih Islam) disebutkan sebuah jawaban dari masalah ini:
“Tidak boleh muslimah menikahi non muslim, apa pun keadaannya, karena itu menjadi sebab perubahan bagi muslimah karena dia lemah. Dalilnya adalah firman-Nya: (Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelummerekaberiman. Sesungguhnyabudak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu), dan ayat (Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka)”.
(Majalah Majma’Al Fiqh Al Islami, 3/1067. Syamilah)
Jika pernikahan itu terjadi juga, mereka terus menerus dalam perzinahan. Ada pun pihak-pihak yang membantu terjadinya pernikahan tersebut, baik penghulu, saksi, dan wali, dan orang-orang yang merestui mereka, ikut bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran ini. Allahul Musta’an!
Wallahu A’lam.[ind]