ChanelMuslim.com – Waktu dan tatacara puasa Syawal. Puasa ini sah dilakukan baik secara berturut-turut atau tidak. Hanya saja para ulama berbeda pendapat mana yang lebih utama.
Sebagian ulama mengutamakan dilakukan segera setelah hari raya. Ada pula yang mengutamakan berturut-turut dibanding terpisah, ada pula yang menganggap kedua cara sama saja.
Baca Juga: Hukum Menggabungkan Niat Puasa Qadha’ Ramadan dan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Waktu dan Tatacara Puasa Syawal
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Imam At Tirmidzi Rahimahullah menceritakan:
وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُبَارَكِ أَنْ تَكُونَ سِتَّةَ أَيَّامٍ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ إِنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُتَفَرِّقًا فَهُوَ جَائِزٌ
Imam Ibnul Mubarak memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan. Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwa dia berkata: “Berpuasa enam hari bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh saja.”
(Lihat Sunan At Tirmidzi komentar hadits No. 759) Syaikh Sayyid Sabiq –Rahimahullah rahmatan waasi’ah- berkata:
وعند أحمد: أنها تؤدى متتابعة وغير متتابعه، ولا فضل لاحدهما على الاخر. وعند الحنفية، والشافعية، الافضل صومها متتابعة، عقب العيد.
Menurut Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya.
Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَلَمْ يُفَرِّقِ الْحَنَابِلَةُ بَيْنَ التَّتَابُعِ وَالتَّفْرِيقِ فِي الأَْفْضَلِيَّةِ .وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ تُسْتَحَبُّ السِّتَّةُ مُتَفَرِّقَةً ، كُل أُسْبُوعٍ يَوْمَانِ .
Kalangan Hanabilah tidak membedakan antara berturut-turut atau terpisah dalam hal keutamannya. Menurut Hanafiyah disunnahkan enam hari itu secara terpisah-pisah, setiap pekan dua hari. (Al Mausu’ah, 28/93)
Baca Juga: Dua Hal tentang Puasa Syawal yang Perlu Kamu Ketahui
Keutamaan Berpuasa Syawal
Imam An Nawawi mengatakan:
قال أصحابنا والأفضل أن تصام الستة متوالية عقب يوم الفطر فان فرقها أو أخرها عن أوائل شوال إلى اواخره حصلت فضيلة المتابعة لأنه يصدق أنه أتبعه ستا من شوال
Berkata sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah), yang lebih utama adalah berpuasa enam hari secara beruntun setelah hari raya, seandainya dipisah atau diakhirkan dari awal-awal Syawal sampai akhir-akhirnya tetap mendapatkan
keutamaan “mengikuti” sebab dia telah membenarkan (sesuai) dengan “mengikuti puasa enam hari pada bulan Syawal.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/56).
Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah mengatakan:
وهذا الفضل لمن يصومها فى شوال ، سواء أكان الصيام فى أوله أم فى وسطه أم فى آخره ، وسواء أكانت الأيام متصلة أم متفرقة ، وإن كان الأفضل أن تكون من أول الشهر وأن تكون متصلة . وهى تفوت بفوات شوال .
Keutamaan ini adalah bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah di awalnya, di tengah, atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari yang berturut atau dipisah-pisah.
Hanya saja lebih utama di awal bulan dan secara bersambung. Anjurannya berakhir jika sudah selesai bulan Syawal. (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah, 9/261).
Baca Juga: Mengucapkan Selamat Hari Raya Sebelum 1 Syawal
Pilihlah Waktu yang Mudah dan Lapang
Demikianlah, sangat beragam ulama kita menjelaskan kapan waktu afdhalnya. Jelasnya adalah semua waktu dan cara itu sah selama dilakukan dalam lingkup bulan Syawal.
Kita bisa melakukannya di awal, pertengahan, atau di akhir, yang penting berjumlah enam hari. Pilihlah waktu yang paling mudah dan lapang bagi kita untuk melakukannya,
sebab setiap manusia punya kemampuan dan kelapangan yang tidak sama. Dan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan kita,
bahwa Beliau akan memilih yang paling mudah jika dihadapkan dua pilihan, selama tidak mengandung dosa. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا
“Sesungguhnya tidaklah Rasulullah dihadapkan dua perkara, melainkan dia akan memilih yang lebih ringan, selama tidak berdosa.” (HR. Bukhari No. 3560, Muslim No. 2327)
Baca Juga: Tata Cara Melaksanakan Puasa Syawal
Mana Dulu; Puasa Syawal Dahulu atau Puasa Qadha?
Kalau bicara boleh atau tidak, boleh saja seseorang mendahulukan puasa Syawal dibanding Qadha Ramadan, apalagi dengan pertimbangan meng-qadha Ramadan memiliki luang waktu yang luas sampai sebelum
Ramadan tahun depan, sedangkan puasa Syawal waktunya terbatas, sebagaimana dijelaskan sebagian ulama.
Demikian ini jika bicara boleh atau tidaknya. Tetapi, mana yang lebih utama di antara keduanya? Secara logika mudahnya tentu puasa Qadha lebih utama ditunaikan, sebab dia hukumnya wajib,
sedangkan puasa Syawal adalah sunnah, tentunya yang wajib mesti didahulukan dibanding yang sunah. Lalu, jika wafat dalam keadaan belum menjalankan yang wajib tentu akan menjadi utang.
Sedangkan hal itu tidak terjadi pada ibadah sunah, yang jika ditinggalkan dia tidak berdosa, tidak berhutang, namun juga tidak mendapatkan pahala.
Bahkan, jika berbicara fadhilah puasa enam hari Syawal, sebagian ulama menyatakan tidak akan didapatkan kecuali bagi mereka yang telah sempurna menjalankan puasa Ramadannya.
Pendapat Syaikh Al Faqih
Berkata Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah ketika ditanya hal ini:
فالجواب هو أن الثواب المترتب إنما يكون لمن صام جميع رمضان، ومن بقي عليه يوم لا يعد صائما للجميع كما هو ظاهر الحديث:” من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر” .[ رواه مسلم]. وعلى هذا فابدأ بقضاء اليوم ثم بعد ذلك صم الست… والله أعلم
Jawabnya adalah bahwa pahalanya sifatnya berurut, itu hanya terjadi bagi orang yang berpuasa semua hari Ramadan, dan bagi yang menyisakan sehari dia tidak puasa,
maka dia tidak dihitung puasa seluruhnya sebagaimana zahir hadits: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan,
kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim).
Atas dasar ini, maka mulailah dengan mengqadha yang sehari itu, lalu setelah itu berpuasalah yang enam hari … Wallahu A’lam. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, No fatwa. 18)
Baca Juga: Tata Cara dan Aturan Qadha’ Puasa
Pendapat Syaikh Utsaimin
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah dalam acara siaran radio Nur ‘Ala Ad Darb:
فأما التطوع التابع لرمضان كصيام ستة أيام من شوال فإنها لا تنفعه حتى ينتهي من رمضان كله أي لا يحصل له صيام ستة أيام شوال حتى يصوم رمضان كله لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال ومعلوم أن من
عليه قضاء من رمضان لا يقال عنه أنه صام رمضان فلو أن أحداً من الناس كان عليه عشرة أيام من رمضان قضاء فلما أفطر الناس يوم العيد شرع في صيام أيام الست فصام ستة أيام من شوال ثم قضى العشرة بعد ذلك فإننا نقول له إنك لا تنال ثواب
صيام ستة أيام من شوال بهذه الأيام التي صمتها لأن النبي صلى الله عليه وسلم اشترط في صيامها أن يكون بعد صيام رمضان بل لأن النبي صلى الله عليه وسلم اشترط للثواب المرتب على صيامها أن يكون صيامها بعد رمضان لأنه قال من صام
رمضان ثم أتبعه ستاً من شوال وبناء على ذلك فإننا نقول من صام ستة أيام من شوال قبل أن يقضي ما عليه من صيام رمضان فإنه لا ينال ثوابها.
Adapun puasa sunnah yang menyusul puasa Ramadan, seperti puasa enam hari Syawal, tidaklah membawa manfaat bagi dirinya sampai dia menyempurnakan semua puasa Ramadannya,
yaitu tidaklah mendapatkan hasil puasa enam hari Syawalnya itu sampai dia melakukan puasa Ramadan semuanya, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa ramadhan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari.”
Qadha Ramadan
Telah diketahui bahwa siapa saja yang masih memiliki kewajiban qadha Ramadan, tidaklah dikatakan bahwa dia telah berpuasa Ramadan.
Seandainya ada seorang manusia yang berutang puasa Ramadan 10 hari, lalu ketika sampai waktu hari raya, disyariatkan untuk berpuasa enam hari Syawal,
lalu dia melakukan puasa enam hari Syawal, setelah itu melakukan qadha Ramadan yang 10 hari itu.
Kami katakan, bahwa Anda dengan puasa yang seperti itu tidaklah akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensyaratkan puasa tersebut setelah puasa Ramadan,
bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensyaratkan untuk mendapatkan ganjarannya itu dengan ketentuan bahwa puasa Syawal itu dilakukan setelah puasa Ramadan.
Baca Juga: Ganti Puasa Wajib atau Puasa Syawal Terlebih Dahulu, Ini Penjelasannya
Selesaikan Qadha Puasa Dahulu
Sebab Beliau bersabda: “Barang siapa yang berpuasa ramadan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari,” atas dasar inilah kami katakan:
“Siapa saja yang melakukan puasa enam hari Syawal sebelum menunaikan qadha puasa Ramadan dia tidak akan mendapatkan ganjarannya.”
(Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad Darb, Bab Az Zakah wash Shiyam, No. 191).
Pandangan ini juga disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz (Lihat Fatawa Islamiyah, 2/356), Syaikh Salim Al ‘Ajmi (Lihat Ash Shiyam Sual wa Jawab, Hlm. 18), dan lain-lainnya.
Jadi, tidak dianjurkan berpuasa Syawal bagi yang belum menyelesaikan puasa Ramadannya, baik menyelesaikan secara ada’an (tunai), atau qadha’an (membayar utang puasa di hari lain).
Tetapi, boleh saja dia melakukannya, sebab –seperti yang kami katakan sebelumnya- tidak dianjurkan bukan
berarti dilarang untuk melakukan, hanya saja dia akan kehilangan keutamaannya sebagaimana diterangkan para ulama. Sekian. Wallahu a’lam.[ind]