WAFATNYA sang pedang Allah, Khalid bin Walid. Nama Khalid bin al-Walid begitu masyhur di umat ini.
Mendengar namanya, seseorang akan selalu terbayang akan kepahlawanan dan jihad di jalan Allah.
Baca Juga: Khalid Bin Walid, Si Pedang Alloh Yang Terhunus
Wafatnya Sang Pedang Allah, Khalid bin Walid
Sosoknya sangat dirindukan. Dan figurnya selalu ingin ditiru dan diharapkan. Ia dijuluki saifullah, pedang Allah.
Ayahnya adalah al-Walid bin al-Mughirah, salah seorang tokoh Quraisy di zamannya. Ibunya adalah Lubabah binti al-Harits, saudara dari Ummul Mukminin Maimunah binti al-Harits.
Khalid bin al-Walid memeluk Islam pada tahun 8 H, saat perjanjian Hudaibiyah tengah berjalan. Ia turut serta dalam Perang Mu’tah. Nabi memuji Khalid dalam perang tersebut dengan sabdanya:
“Bendera perang dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga syahid. Kemudian bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga syahid.
Setelah itu, bendera perang dibawa oleh pedang di antara pedang-pedangnya Allah (saifullah –yakni Khalid bin Walid-) hingga Allah memenangkan kaum muslimin.”
Khalid mengisahkan dahsyatnya Perang Mu’tah dengan mengatakan, “Sembilan pedang di tanganku telah pata. Tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman.” (Diriwayatkan al-Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, Bab Ghazwatu Mu’tah min Ardhi Syam: 4017).
Sejak saat itu Khalid dikenal dengan sebutan saifullah.
Khalid juga turut serta dalam Perang Khaibar, Hunain, Fathu Mekah.
Rasulullah pernah mengutusnya untuk menghancurkan berhala Uzza. Khalid pun meluluhlantakkan wibawa berhala itu di hadapan penyembahnya.
Ia hancurkan Uzza. Setelah itu ia berkata, “Aku mengingkarimu. Kamu tidak Maha Suci. Sesungguhnya Allah telah menghinakanmu.” Kemudian Khalid bakar Tuhan jahiliyah itu (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Ibnu Katsir: 3/597).
Abu Bakar juga menjadikan Khalid pemimpin pasukan dalam peperangan melawan orang-orang murtad.
Abu Bakar mengatakan, “Sebaik-baik hamba Allah dan saudara dekat adalah Khalid bin al-Walid. Khalid bin al-Walid pedang di antara pedang-pedangnya Allah.” (as-Sirah al-Halabiyah oleh al-Halabi: 3/212).
Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu mencatatkan sejarah yang begitu luar biasa dalam menghadapi negara adidaya seperti Romawi di Syam dan Persia di Irak. Dan ia pula yang memerdekakan Damaskus.
Panglima perang yang sibuk dengan jihadnya ini meriwayatkan 8 hadits dari Nabi.
Saat kematian hendak menjemputnya, ia berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian.
Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku.
Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut.
Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).” (Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamaloleh Shafiyuddin al-Anshari, Hal: 103).
Pada tanggal 18 Ramadhan 21 H, Khalid bin al-Walid wafat.
Umar bin al-Khattab sangat bersedih dengan kepergian Sang Pedang Allah.
Ketika ada yang meminta Umar agar menenangkan wanita-wanita Quraisy yang menangis karena kepergian Khalid, Umar berkata, “Para wanita Quraisy tidak harus menangisi kepergian Abu Sulaiman (Khalid bin al-Walid).” (al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir: 7/132).
Setelah wafatnya, Khalid mendermakan senjata dan kuda tunggangannya untuk berjihad di jalan Allah (ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Saad: 7/397).
Semoga Allah meridhaimu wahai Abu Sulaiman, mengampuni segala kesalahanmu, dan mempertemukan kita semua di surga Allah yang penuh kedamaian.
Sumber : kisahmuslim.com