“TUNJUKKAN bahwa warga Muhammadiyah berkeadaban, berilmu, berbangsa, dan bahkan beragama lebih baik di dunia nyata,” pesan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam keterangannya kepada media (24/4).
Pernyataan tersebut menyikapi ujaran kebencian melalui komentar di sosial media yang dilontarkan peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin yang mengancam menghalalkan darah warga Muhammadiyah terkait perbedaan 1 Syawal 1444 H.
“Perlu saya halalkan enggak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi, Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan?
Banyak bacot emang! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara,” tulisnya yang seketika memancing kegaduhan di sosial media.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis artikel berjudul “Sikapi Ancaman dengan Elegan” yang mengomentari terkait ujaran kebencian tersebut.
“Sebagai seorang yang terpelajar, komentar ini sangat aneh sebenarnya. Mengingat ada sekitar 60 negara yang melaksanakan shalat Idul Fitri di hari Jumat (21/4),” tulisnya pada (25/04/2023).
Termasuk Masjidil Haram-Makkah, Masjid Nabawi-Madinah, Masjidil Aqsha-Palestine, hingga Masjid Al Azhar-Kairo.
Peristiwa perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadan di Indonesia bukan kali pertama. Selama ini pun tak pernah ada masalah.
Saya teringat, Jumat lalu. “Wah, akhirnya bertemu juga dengan nama terkenal yang muncul di semua media nasional ya,” canda saya pada Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Keprabon, Solo, menjelang pelaksanaan shalat Ied.
Tunjukkan Bahwa Warga Muhammadiyah Berkeadaban
Seperti diketahui, selain Pekalongan dan Sukabumi, sempat juga terjadi penolakan izin pelaksanaan shalat Idul Fitri di lapangan Mangkunegaran, Solo.
Istana Mangkunegaran ini tengah naik daun semenjak digunakan untuk menghelat pesta pernikahan mewah anak penguasa negeri ini.
Di lapangan yang ada di depan istana itu pula, sejak saja masih sangat kecil, bersama keluarga melaksanakan shalat Ied.
Sangat aneh, tetiba tahun ini ada surat penolakan pemberian izin. Walaupun akhirnya, setelah beritanya ramai di media, izin diberikan juga.
Baca Juga: Shalat Ied di Birmingham
View this post on Instagram
Saya tahu persis dan mengikuti bagaimana anak-anak muda yang saya kenal sejak bayi itu memperjuangkan pelaksanaan shalat Ied hari itu.
Semua dilakukan dengan cara yang santun. Elegan. Melalui mediasi. Tanpa gntok-gontokan, tanpa menghujat sana-sini, apalagi disertai ancaman.
Apa yang mereka lakukan menunjukkan bagaimana amar ma’ruf seharusnya dilakukan. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam menyikapi orang-orang Arab badui.
Arab badui adalah sekelompok suku Arab yang mempunyai kecenderungan cara berpikir unik dan sering di- stereotype-kan kurang terpelajar.
Seperti suatu hari, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedang berjalan bersama Anas bin Malik. Tetiba seorang Arab badui menarik dengan keras selendang yang sedang dikenakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hingga lehernya tercekik.
Bukan main terkejutnya Anas menyaksikan ketidaksopanan Arab badui itu. Bukan hanya nir adab, namun juga bisa membahayakan keselamatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seandainya benar-benar sampai tercekik lehernya.
Dengan suara keras, Arab badui itu berkata, “Ya Rasulullah, berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu ini!”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak marah mendapati perlakuan seperti itu. Manusia mulia itu lalu membuka lilitan selendangnya dan memberikannya disertai senyuman.
Sesungguhnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan pada umatnya mengenai sikap kesabaran dan kelemahlembutan.
Keduanya penting diterapkan dalam kehidupan, lebih-lebih pada saudara seiman yang masih kurang adab dan pengetahuan.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, minal aidin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin.[ind]