ChanelMuslim.com – Tabah
Dikisahkan, ada seorang ayah dengan tujuh anak, tiga putera dan empat puteri. Sebuah anugerah luar biasa yang sangat membahagiakan sang ayah.
Namun, Allah swt. berkehendak lain. Justru, putera-puteri itu menjadi batu ujian yang luar biasa buat sang ayah. Sejak masih belia, satu per satu, tiga anak laki-lakinya meninggal dunia.
Ada yang meninggal dalam hitungan hari sejak kelahiran, ada juga yang meninggal dunia saat sedang lucu-lucunya di usia balita.
Baca Juga: Generasi Tabah Bukan Generasi Corona
Tabah
Hanya empat puterinya yang bisa disaksikan sang ayah menuju jenjang kehidupan berikutnya. Ia begitu bahagia menyaksikan puteri-puterinya mereguk kebahagiaan dalam pernikahan.
Sayangnya, dua puterinya diceraikan oleh suami dengan alasan sang ayah telah berubah. Bukan hanya menceraikan, bahkan sang menantu tega mencela-cela sang ayah mertua itu hingga meludahinya.
Belum lagi celaan yang dialaminya dari menantu, mantan besannya yang rumahnya hanya bersebelahan dengannya, pun ikut memusuhinya: secara fisik maupun mental.
Karena perubahan dirinya itu, sang ayah pun mengalami celaan, ancaman pembunuhan, bahkan pengusiran dari kampung halamannya.
Di suasana yang menyesakkan itu, Allah swt. mewafatkan isteri sang ayah. Seorang isteri yang selama ini menjadi tempat untuk mencurahkan kegelisahan dan kesedihan hidup yang datang silih berganti.
Begitu pun dengan keadaan tiga puterinya. Satu per satu, Allah swt. mewafatkan mereka. Kini, hanya satu puterinya yang masih hidup dan terus menemaninya.
Namun, ia pun harus berlapang dada ketika mendapati puteri bungsunya itu melangsungkan kehidupan rumah tangga. Ekonomi rumah tangga puterinya begitu sangat sederhana. Bahkan sangat miskin.
Ia pernah mendapati puterinya yang sedang menggiling gandum untuk dibuat roti. Sambing menggiling, puterinya juga menggendong puteranya yang masih bayi. Peluh bercucuran dari wajah puterinya.
Dialah anak satu-satunya yang meninggal setelah kematiannya. Sementara buah hatinya yang lain, enam anak dan satu isteri, telah pergi untuk selamanya sebelum kematiannya.
Sang ayah ini bukan orang yang tergolong biasa kedekatannya dengan Yang Maha Kuasa. Justru, dialah orang yang paling dekat kepada Pemilik alam raya ini di banding manusia mana pun di bumi ini.
Sang ayah yang tetap senyum dalam ketabahannya itu bernama Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam.
Kadang kita berpikir, kedekatan dan kesalehan kepada Allah swt. akan melimpahkan harta, kesenangan hidup, dan berbagai kebahagiaan. Suatu pemikiran yang tidak jarang menggiring kita menjadi buruk sangka kepada Allah swt.
Bukankah Allah menseting dunia ini bukan tempat balasan. Melainkan sebagai ladang ujian. Semakin tinggi iman, amal, dan kesalehan seseorang, justru, kian berat ujian dan cobaannya.
Bersabarlah, karena balasannya tak ada batasnya, untuk akhirat esok. (muhammad nuh/foto: bbc)