MANUSIA seringkali merasa dirinya adalah si paling menderita di dunia. Badai kehidupan yang datang bertubi-tubi membuatnya merasa tak sanggup untuk hidup lagi.
Si paling menderita di dunia ini secara psikologi diistilahkan sebagai penderita victim syndrome atau victim mentality.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis bahwa victim syndrome atau victim mentality adalah kondisi di mana seseorang merasa dirinya adalah korban dari segala situasi dan kondisi yang terjadi di sekitarnya.
“Secara konsisten, ia akan menyalahkan orang lain atau situasi yang sedang terjadi dan merasa tidak memiliki kontrol atas masalah yang dihadapi,” tulis Uttiek dalam akun IG @uttiek.herlambang (3/11/2022).
Ia akan berusaha menarik perhatian orang lain dengan menunjukkan bahwa hanya dirinyalah yang paling menderita hingga tak sanggup lagi untuk menghadapinya.
Ia tidak peduli jika terus-menerus mengatakan hal-hal negatif pada diri sendiri hingga berdampak buruk pada kesehatan mental. Yang penting baginya hanyalah mendapatkan simpati dari orang lain.
“Bila si paling menderita di dunia ini dibiarkan, maka ia akan terus terjebak dengan masalah yang diciptakannya sendiri, yang pada gilirannya akan menghancurkan diri dan membuat depresi,” tambah Uttiek.
Islam telah memberikan panduan nyata bagaimana menjalani kehidupan di bumi ini melalui Alqur’an.
Banyak kisah dalam Alqur’an yang memberikan gambaran “penderitaan” yang harus dilalui para Anbiya dan mereka bisa melaluinya atas izin Allah.
Begitupun kisah para sahabat dan orang-orang sholeh. Salah satunya adalah yang dialami Urwah Bin Zubair.
Baca Juga: Kadang Kita Pikir Mereka Lebih Menderita
Si Paling Menderita di Dunia
View this post on Instagram
Suatu kali, ia diutus untuk menemui Walid bin Abdul Malik. Dalam perjalanan itu, putra kesayangan yang menyertainya terjatuh dan terinjak kuda hingga wafat.
Tidak berlarut dalam kesedihan, ia segera melanjutkan perjalanan untuk menyelesaikan tugasnya. Baginya, Allah mengambil sesuatu darinya, pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Ternyata ujiannya belum usai. Sekembali dari perjalanan itu, dikisahkan kakinya terluka hingga infeksi dan harus diamputasi supaya tidak membusuk.
Untuk mengurangi rasa sakit saat diamputasi, beberapa orang menyarankannya untuk minum khamr, yang dijawabnya,
“Demi Allah, aku tidak akan memanfaatkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah hanya karena ingin sembuh.”
Usai pemotongan kaki yang luar biasa sakit karena dilakukan dalam keadaan sadar, ia mengucap syukur seraya berkata,
“Demi Allah, selama 40 tahun aku belum pernah melangkahkan kaki ke tempat haram dan aku bersyukur bisa mengembalikan kakiku kepada Rabbku dalam keadaan suci.”
Allahu akbar!
Ujian yang dialaminya itu datang bertubi-tubi dalam satu rangkaian waktu. Namun demikian tak membuatnya merasa menjadi si paling menderita di dunia.
Percayalah, tak ada manusia yang benar-benar menderita di dunia ini, karena yang menuliskan takdir adalah Yang Maha Benar, Maha Memberi, dan Maha Menyayangi.[ind]