UMAT Muslim keturunan Afrika yang menetap di Amerika seringkali mendapat serangan akibat dari pola pikir rasis yang mengakar.
Dilansir dari About Islam, secara historis, orang Amerika keturunan Afrika, yang dikenal sebagai “Black” atau “African Americans”, adalah imigran yang pergi secara tidak sengaja ke Amerika. Mereka dipindah secara paska melalui perdagangan budak.
Hal ini memunculkan upaya sistematis dari mereka untuk menghilangkan tindakan-tindakan tidak manusiawi yang mereka dapatkan.
Baca Juga: Internalized Islamofobia: Muslim yang Malu pada Identitasnya
Perjuangan Mempertahankan Identitas Muslim bagi Keturunan Afrika di Amerika
Mereka bergerak untuk mendapatkan kehormatan dan martabat sebagai manusia yang merdeka.
Tak hanya identias budaya mereka saja yang sempat hancur, namun keyakinan agama yang mereka anut juga menjadi sasaran penyiksaan, bahkan oleh lembaga resmi pemerintahan.
Upaya memelihara identitas Muslim yang dilakukan oleh orang-orang Afrika terus-menerus disuarakan.
Penghapusan perbudakan terjadi pada akhir tahun 1800-an, para budak yang baru dibebaskan berusaha mempertahankan diri mereka di negara yang menghina mereka.
Tidak pernah ada permintaan maaf atau penyesalan secara nasional atau di seluruh dunia karena telah melakukan kekejaman dan genosida di tiga benua terhadap orang-orang ini.
Orang Afrika-Amerika yang baru merdeka merasa sulit untuk bebas tanpa pendidikan, tanah, uang, dan hak asasi manusia dan sosial. Dan yang terpenting, mereka tidak memiliki perlindungan.
Hukuman mati tanpa pengadilan dan pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang Afrika-Amerika adalah norma. Bahkan saat ini, banyak orang Afrika-Amerika yang sudah tua dapat menceritakan kisah kematian yang mengerikan dari anggota keluarganya.
Berjuang untuk bertahan hidup, orang Afrika-Amerika mulai membangun negara mereka sendiri di dalam suatu negara.
Mereka bersatu tanpa bantuan pemerintah dan membeli tanah, memulai sekolah “kebebasan” untuk mengajar anak mereka sendiri, membuka apa yang sekarang dikenal sebagai “perguruan tinggi kulit hitam,” dan membentuk bank, bisnis, produk kecantikan, dan semua kota kulit hitam mereka sendiri.
Di lingkungan komunitas Afrika-Amerika yang lebih besar inilah Islam muncul kembali.
Pada awalnya, sebagian besar gerakan Muslim Afrika-Amerika pada dasarnya bersifat militan dan nasionalis.
Orang-orang yang memeluk Islam dengan tegas menolak Amerika, institusi rasis, budaya, dan politiknya. Bahkan kekristenan ditolak dan dipandang sebagai katalis bagi perbudakan yang dilembagakan.
Penolakan terhadap semua norma anti-Kulit Hitam mendorong orang Afrika-Amerika untuk memeluk atau mempelajari agama lain setelah generasi indoktrinasi Kristen.
Beberapa gerakan yang menarik perhatian orang Afrika-Amerika biasanya bekerja dengan premis bahwa Islam dapat mengubah kondisi orang kulit hitam Amerika.
Gerakan-gerakan Islam tahun 1900-an ini menghasilkan identitas budaya dan agama bagi Muslim Afrika-Amerika terbesar yang bertahan hingga hari ini. Mereka secara sukarela masuk ke dalam agama Islam.
Ini sangat kontras dengan identitas nasional orang kulit hitam Amerika pada saat itu sebagai mantan budak atau korban.
Selama waktu ini, dari awal 1900-an hingga 1970-an, Muslim Afrika-Amerika mendapat pengakuan dari masyarakat luar dalam politik, keterlibatan sipil, pakaian, pernikahan, dan tingkah laku mereka. [Ln]