MEDIA Barat berusaha permalukan Qatar sebagai tuan rumah piala dunia 2022. Tapi justru, fenomena nyata yang dimuat melalui medsos warganet sebaliknya. Media Barat seperti dipermalukan.
Sebuah tayangan televisi Barat tentang olah raga sedang mempermalukan Qatar sebagai tuan rumah piala dunia. Salah satunya tentang antrian masuk ke stadion yang memisahkan pria dan wanita.
Pembawa acara yang juga seorang wanita itu mengatakan dengan nada mencibir, “Apa baiknya memisahkan pria dan wanita seperti itu?”
Tak lama setelah berita itu tayang, sejumlah warganet wanita Barat non muslim yang tinggal di Qatar dan Abu Dhabi memberikan tanggapan balik.
Wanita itu mengatakan, “Saya pernah ikut antrian di sebuah bank di Abu Dhabi. Begitu panjang. Saya antri hingga keluar gedung dengan berpanas-panasan.
“Tiba-tiba, seorang sekuriti menghampiri saya dan mengatakan, ‘Tempat Anda bukan di sini nyonya.’”
“Ia pun mengantarkan saya kedalam gedung dengan penyejuk ruangan yang nyaman, dan melewati antrian panjang para pria di sana. Saya seperti mendapatkan kehormatan istimewa.
“Apa iya hal ini tidak ada baiknya?” ucapnya juga dengan nada mencibir sang pembawa acara.
Begitu pun dengan komentar-komentar warganet lainnya yang menanggapi balik sang pembawa acara. “Saya menilai piala dunia di Qatar adalah yang terbaik. Tidak ada alkohol, tidak ada keributan, tidak ada perkelahian antar suporter. Semua berjalan begitu aman dan nyaman. Bravo Qatar!” ucap suporter dari Inggris ini.
Ada lagi yang berkomentar, “Menurut saya, inilah penyelenggaraan piala dunia yang paling aman untuk wanita dan keluarga sepanjang sejarah piala dunia ada.”
Stereotif Media Barat terhadap Arab dan Islam
Bisa dibilang, nyaris tak ada media Barat yang ramah dengan Arab dan Islam. Termasuk dalam pemberitaan dunia olah raga khususnya piala dunia di Qatar.
Mereka menggambarkan betapa buruknya Qatar. Mereka menggambarkan Qatar dan Arab yang kampungan, rasis, intoleran, anti HAM.
Yang mereka maksudkan dengan anti HAM adalah tentang larangan LGBT, perzinahan, dan alkohol di Qatar.
Seolah-olah sejumlah larangan itu sebagai bentuk intoleran, memaksakan kehendak, mencampuradukkan agama dengan dunia olah raga, dan seterusnya.
Menariknya, sejumlah pemerintah negara Eropa seperti Jerman dan Prancis meminta para pemain untuk menyuarakan kebebasan LGBT di Qatar.
Para pemain Prancis secara tegas menolak permintaan itu. Sementara pemain Jerman seperti tak berdaya. Dan akhirnya, mereka pun memang tak berdaya dalam memenangkan pertandingan di sana.
Balasan yang Menohok dari Qatar ke Eropa
Media Barat akhirnya dicela habis-habisan oleh warga Eropa sendiri. Hal ini terjadi setelah akhirnya pemerintah sejumlah negara di Eropa seperti Jerman, Inggris, dan lainnya memohon Qatar untuk mengekspor Migasnya ke mereka.
Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, memohon agar Qatar mau menjual migasnya ke Jerman. Hal ini karena pasokan migas dari Rusia sudah diputus. Jika tidak ada pasokan migas, apa jadinya warga Jerman dan Eropa dalam memasuki musim dingin ini.
Seorang jurnalis dalam medsosnya mewancarai menteri perminyakan Qatar. Jurnalis ini ingin menyadarkan media Barat tentang kekeliruan mereka terhadap Qatar.
“Kenapa Anda menentang LGBT seperti yang disuarakan Eropa?” tanya sang jurnalis ke pejabat Qatar.
“Bukan kami yang melarang. Tapi agama kami. Kami hanya menjalankan apa yang diperintahkan agama kami,” jelasnya.
“Lalu, kenapa pemerintah Anda justru bersedia mengekspor migas ke Eropa seperti Inggris dan Jerman padahal mereka menyerang Anda secara politik,” tanya sang jurnalis lagi.
“Menurut kami itu hanya dilakukan segelintir warga di sana. Dan tidak mewakili warga secara keseluruhan,” pungkas sang menteri perminyakan Qatar.
Bayangkan, Barat dan medianya habis-habisan menyerang Qatar dan Islam sebagai intoleran, anti HAM, dan tuduhan lainnya.
Tapi di sisi lain, mereka justru mendapatkan belas kasihan dari negara yang mereka tuduh itu dengan suplai migas yang sangat mereka butuhkan.
Apa jadinya jika mereka tak mendapatkan suplai migas dari Qatar? Jutaan warga Eropa akan hidup sangat menderita di musim dingin ini.
Selain itu, tanpa suplai migas, industri-industri mereka akan berguguran.
Jadi, setelah ini, apakah media Barat masih terus ingin mempermalukan dirinya sendiri? Kita lihat saja. Karena boleh jadi, yang mereka benci bukan Arabnya, tapi Islamnya. [Mh]