ChanelMuslim.com – Pemahaman atas ilmu sudah seharusnya menjadi sarana pembelajaran yang utama, bahkan melebihi itu, yaitu menjadi tujuan. Namun sayangnya, bagi para pendidik saat ini masih banyak yang menjadikan hafalan sebagai prioritas dalam suatu pembelajaran termasuk Al-Qur’an. Para orang tua juga tidak mau tertinggal untuk memasukkan anak-anaknya ke dalam lembaga-lembaga hafalan al-Qur’an.
Hal tersebut adalah suatu yang positif. Namun, ada yang perlu kita koreksi. Menjadikan hafalan sebagai tujuan dalam mempelajari al-Qur’an bukanlah hal yang tepat. Hafalan hanyalah salah satu cara, akan tetapi bukanlah yang utama. Lebih dari itu, menempatkan pemahaman jauh lebih penting. Kita telah banyak menemukan nash-nash al-Qur’an maupun hadits yang justru menekankan kepada pemahaman.
Baca Juga: Pemahaman Pancasila yang Beriringan dengan Pemahaman Alquran
Pemahaman Melebihi Hafalan
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ – ١٢٢
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.
Dalam sebuah hadits juga dikatakan:
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah mendapatkan kebaikan maka Dia akan memberikannya pemahaman tentang agamanya.” (Muttafaq ‘alaih)
Allah memerintahkan kepada kita untuk memiliki pemahaman mendalam mengenai al-Qur’an, hafalan bukanlah yang utama dibanding pemahaman. Hafalan lebih tepatnya ada langkah lanjutan dari pemahaman. Kenapa dikatakan demikian? Karena fenomena yang ada saat ini, banyak yang memberikan penghargaan besar kepada penghafal al-Qur’an namun tidak pada orang-orang yang menekankan pada pemahaman fiqh, tafsir, tauhid dll.
Dalam sebuh hadits bahkan dikatakan perumpamaan seseorang yang memiliki pemahaman terhadap suatu ilmu bagaikan tanah subur yang mampu menyerap air hujan serta menumbuhkan tanaman-tanaman. Sedangkan orang yang hanya menghafal ibarat tanah cadas yang hanya mampu menyimpan air hujan namun tak mampu menumbuhkan tanaman-tanaman yang subur.
Permasalahan ini juga menjadi koreksi terhadap dunia pendidikan. Masih banyak sekolah-sekolah yang menggunakan metode hafalan sebagai alat untuk menguji kecerdasan murid. Murid tidak diajak untuk berfikir kritis dari pelajaran-pelajaran yang telah ia dapatkan. Soal-soal ujian sejarah misalnya, menitik beratkan pada ingatan tahun kejadian sedangkan pemahaman akan hikmah dan pelajaran suatu kejadian sejarah sangat jarang dijadikan prioritas. Padalah tujuan sejarah untuk dikenali dan dipahami sebagai alat menghadapi masa sekarang dan masa depan. [Ln]