SEBAGAI seorang Muslim, kita harus meyakini adanya telaga Rasulullah. Dalam artian, kita harus yakin bahwa Rasulullah memiliki telaga di surga.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Dan beriman terhadap al-Haudh (telaga Rasul), bahawa Rasulullah shallalllaahu ‘alaihi wa sallam memiliki sebuah telaga pada hari kiamat yang didatangi oleh umat beliau.
Lebar telaga itu sama dengan panjangnya, yaitu sejauh perjalanan satu bulan. Bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit, berdasarkan apa yang telah shahih dari hadits-hadits serta atsar dalam banyak jalan.”
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Kautsar Ayat 1, Telaga yang Ada di Surga
Meyakini Adanya Telaga Rasulullah
Asy Syaikh Rabi’ menjelaskan, “Ini merupakan salah satu di antara pokok-pokok keyakinan (aqidah) yang wajib diimani oleh seorang hamba.”
Asy Syaikh Rabi’ menjelaskan, “Sesungguhnya telaga itu, (jaraknya) sejauh perjalanan sebulan (HR Bukhari, hadits 6579), panjangnya dan lebarnya sama (HR Muslim, hadits 2300).
Dalam beberapa hadits disebutkan bahawa jaraknya sebagaimana dari kota Madinah ke kota Shan’a (HR Bukhari, hadits 6580), atau dari Aylah ke Shan’a (HR Bukhari, hadits 6591).
Telaga tersebut merupakan salah satu bentuk pemuliaan Allah terhadap Nabi Muhammad. Allah berfirman tentangnya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-Kautsar). Maka dirikanlah solat karena Rabbmu, dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1-3)
(Tambahan dari penerjemah: Rasulullah menjelaskan makna Al-Kautsar di dalam hadits Anas riwayat Muslim (no. 400), “Sesungguhnya itu adalah sungai (di dalam surga) yang dijanjikan Rabbku kepadaku.”
Telaga Nabi terletak di padang mahsyar, airnya tertuang dari aliran sungai Al-Kautsar di surga melalui dua saluran di atasnya.
Maka telaga tersebut senantiasa penuh airnya, dan barangsiapa meminumnya, ia takkan pernah haus lagi selamanya. Syarh Hadits Jibril oleh Syaikh Ibnu Utsaimin)
Disebutkan pula (dalam riwayat) bahwa sebahagian manusia terusir dari telaga tersebut.
Mereka adalah orang-orang yang berpaling (murtad) dan Ahli Bid’ah yang juga digolongkan bersama mereka (yang terusir).
Hal ini disebutkan oleh Imam al-Qurthubi dan selain beliau, sebagaimana yang dinukilkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar asy-Syafi’i darinya, bahwa Imam al-Bukhari pernah berkata, “Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang dihalau dari telaga dan disebut oleh Rasul: “para sahabatku… sahabatku…”, adalah orang-orang yang murtad dan ahli bid’ah dimasukkan pula bersama mereka.”
Mengapa? Beliau menjawab, “Karena mereka telah mengada-adakan ajaran baru sepeninggal Rasul”.”
Asy Syaikh Rabi’ menjelaskan, “Bejana-bejana tersebut (terbuat) dari emas dan perak sebagaimana datang dalam riwayat Muslim. (HR Muslim, hadits 2303)”
[Cms]
(Faedah dari Kitab Syarh Ushul as-Sunnah, karya asy Syaikh Rabi’ al-Madkhali, diterbitkan Maktabah Al Huda, diterjemahkan Ustadz Muhammad Higa)