MERENUNGKAN kembali hakikat hijrah.
Atas dasar apa hijrah dilaksanakan? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat kita lacak dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
۞ وَمَن یُهَاجِرۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ یَجِدۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ مُرَ ٰغَمࣰا كَثِیرࣰا وَسَعَةࣰۚ
“Siapa yang selalu berhijrah di jalan Allah, maka dia akan mendapatkan dalam kehidupan dunia keluasan hidup dan rizki yang banyak.”(QS. An-Nisa’: 100).
Ayat di atas menjelaskan bahwa hijrah harus karena Allah dan didorong oleh semangat berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hijrah ditunaikan atas dasar iman kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan karena daya tarik dunia dan materi.
Itulah sebabnya, ia tak sebatas perubahan fisik dan penampilan semata. Inilah yang dapat dipahami dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini.
“Siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, sebaliknya siapa yang hijrah karena dunia atau wanita yang ini dinikahinya, maka hijrahnya untuk keduanya”(HR. Bukhari & Muslim).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Oleh karena itu, jumhur ulama melarang meninggalkan negeri yang dijajah karena takut musuh.
Sebaliknya kita dituntut untuk berjuang melawan penjajah hingga syahid di jalan-Nya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ
“Tidak ada Hijrah setelah fathu Makkah, akan tetapi jihad dan niat”(HR. Bukhari & Muslim).
Hadits di atas menunjukkan bahwa pasca hijrah terakhir secara fisik dan peralihan domisili yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat dari Madinah ke Makkah Al-Mukarramah, adalah hijrah dalam bentuk jihad mempertahankan iman.
Dengan demikian, hijrah bukan perubahan fisik dan Penampilan semata.
Apapun yang terjadi dalam mempertahankan iman dan perjuangan dakwah harus dilakukan dengan keberanian.
Baca juga: Tantangan Hijrah Shuhaib bin Sinan ar-Rumi
Ia mesti didorong oleh spirit jihad yang serius untuk mengubah kondisi umat atau melawan penjajahan.
Ya, penjajahan yang dilakukan oleh musuh dapat bersifat tersamar atau terangan-terangan, baik berupa pertarungan ideologi dan pemikiran, gaya hidup dan budaya, maupun penjajahan ekonomi, politik, dan wilayah teritorial.
Hampir seluruh ayat dan hadits yang menjelaskan hijrah, selalu mengaitkan dengan iman dan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Teks-teks itu selalu dibingkai dalam konteks perjuangan meninggikan kalimat tauhid dan menjaga iman, serta selalu memotivasi untuk tidak dijajah oleh musuh yang bersifat fisik maupun pemikiran.
Merenenungkan Kembali Hakikat Hijrah
Bila seorang muslim, hati dan jiwanya masih tersandera oleh materi dan dunia, dipengaruhi harta, tahta, wanita, dan penilaian orang, maka sesungguhnya dia belum hijrah.
Bahkan, wajib baginya segera hijrah. Dalam konteks ini Allah berfirman:
وَٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یُهَاجِرُوا۟ مَا لَكُم مِّن وَلَـٰیَتِهِم مِّن شَیۡءٍ حَتَّىٰ یُهَاجِرُوا۟ۚ
“Dan orang-orang beriman yang belum melakukan hijrah, maka tidak boleh kalian berikan pertolongan hingga mereka berhijrah” (QS. Al-Anfal: 72).
Seorang mukmin yang malas dan lalai berhijrah dengan alasan yang dibuat-buat, para malaikat akan menanyakan sikap mereka dan Allah akan memasukannya dalam neraka jahannam.
Dalam hal ini Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekkah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 97).
Demikianlah kita perlu mendudukkan hijrah.
Ia didasarkan oleh panggilan iman dan jihad, bukan oleh dorongan materi dan kepentingan duniawi.
Sumber: Madrasatuna
[Sdz]