MEREKA adalah para perintis peradaban. Djoko P. Abdullah mengulas tentang para tokoh yang tercatat dalam sejarah sebagai para pelopor berdirinya sebuah entitas bangsa.
Siapa mereka? Bagaimana mereka? Dan untuk apa mereka bekerja? Sejauh ini, sirkulasi sejarah berbicara dan memberikan kesimpulannya.
Setiap peradaban, negara dan peristiwa raksasa selalu bermula dari perintis-perintis yang sebagian namanya membumbung tinggi, dan sebagiannya lagi tetap bekerja.
Dalam diam, senyap, tanpa iringan tepuk tangan, tanpa riuh sorak sorai, tanpa berharap pujian, bahkan tanpa berharap balasan.
Tanyakan pada sejarah, berapa ribu manusia jenius yang berjuang merintis berdirinya sebuah entitas bangsa bernama Indonesia?
Namun, yang terbit ke permukaan hanya sebagian kecil darinya. Kita mengenal Soekarno sebagai pemimpin revolusi yang namanya harum semerbak di Dunia Timur.
Atau, Mohammad Hatta yang kejeniusannya diakui dan dipuji Barat. Tapi kita harus menyelam lebih dalam, ada manusia jenius yang bekerja di lorong-lorong sempit, di malam hari bergerilya dan di siang hari menjadi tukang sapu keliling kota.
Ada! Mereka ada. Tapi, mereka memilih menyembunyikan identitas. Mereka; Perintis Peradaban.
baca juga: Tips Mendidik Anak Perempuan Menjadi Tonggak Peradaban Bangsa
Mereka Para Perintis Peradaban
Tanyakan pada sejarah, berapa ratus ribu orang bersimbah luka dan duka mendirikan gerakan-gerakan raksasa?
Reformasi Indonesia yang monumental menuntut jutaan tangan dan otak bekerja keras siang dan malam, menumpuk tenaga bersuara di jalanan dan mengumpulkan rakyat untuk menyatukan suara turunkan rezim saat itu.
Sebagian nama mencuat sebagai pimpinan, sebagian nama membumbung di panggung sejarah.
Namun, sekali lagi, sebagian yang lain tetap bekerja dalam diam, tetap menata dalam keheningan, merencana dalam lorong-lorong, dan berkarya di balik panggung.
Mereka itu, adalah sudut lain dari karakter pejuang. Kehadiran mereka tak dikenal, tapi jasa mereka tak ada yang meragukan. Mereka itu, Perintis Peradaban,
Perintis tak Mesti Dikenal
Ya, bahkan mungkin sebagian besar Perintis Perubahan dan pejuang tak banyak namanya dikenal, atau mungkin tak mau dikenal.
Mereka ada dan mengabdikan diri untuk perbaikan, tangan dan kaki mereka telah lelah menata, dan merencana.
Lalu berfikir, menggagas, dan tak mengharap yang lain, selain terciptanya mimpi-mimpi besar mereka.
Saudaraku, Khazraj telah menjadi teladan. Mereka berenam adalah aktor yang punya pengaruh besar menyampaikan Islam pada rakyat Yatsrib.
Tapi benar, para perintis tak mesti dikenal dunia. Cukuplah gagasan dan cita terlaksana. Maka, itu lebih dari cukup bagi mereka yang tulus berjuang.
Saudara tahu, para perintis yang tulus kadang adalah mereka orang-orang miskin yang telantar di pinggiran. Tapi gagasan mereka menjangkau angkasa.
Lalu mereka bekerja meraihnya, merintisnya walau mereka paham betul jalan yang mereka tempuh akan sangat panjang.
Para perintis itu, kadang adalah mereka yang hidup tidak diperhitungkan. Lalu mereka menjamah kesadaran, dan mencoba mencari jalan terang bagi kebangkitan kaum mereka.
Mereka, Perintis Peradaban, atau perintis apapun itu, memang tak mesti yang dikenal dunia dengan harum semerbak.
Hanya mereka yang punya kepekaan, kesadaran, penglihatan menerawang zaman, yang bisa mendedikasikan jiwa raga untuk berjuang sekuat tenaga merintis terwujudnya cita-cita.
Walau mereka tahu jalan yang dilalui akan sangat dan sangat panjang. Bahkan lebih panjang dari usia mereka sendiri.
Mereka, Perintis yang Mencari Ridha
“Mereka yang ikhlas berkarya mencari ridha. Mungkin, di muka bumi tak banyak yang mengenalnya. Namun, di langit, namanya selalu disebut dengan penuh kebanggaan oleh penghuninya.”
Tengok saja bagaimana Ratu Bilqis menjalankan roda kehidupan rakyatnya, kesanggupan Cut Nyak Dien dalam melanjutkan perjuangan suaminya dalam mengusir penjajah.
Khadijah yang mahir berkiprah dalam dunia bisnis yang semua kekayaannya mampu membumikan misi dakwah Nabi.
Lain lagi perempuan bersaudara dalam sejarah berdirinya universitas pertama di dunia Al Qarawiyyin-pada masa dinasti Idrisiyah-oleh Fatimah Al Fihri, wanita bergelimang harta warisan dari almarhum ayahnya lebih tertarik mendedikasikan dirinya dengan cara mengagumkan mendirikan unversitas beserta rekan, adiknya, Maryam Al Fihri.
Beliau Fatimah dan Maryam patut dijadikan teladan. Mereka adalah sederet contoh kiprah wanita dalam kerja-kerja Peradaban.
Bagi mereka, kebahagiaan lahir dan batin dalam sebuah perjuangan adalah kenikmatan yang tak ada bandingnya. Itulah definisi sukses yang sesungguhnya.
Karena sukses adalah tentang bagaimana seseorang mampu menyukai apa yang dilakukannya. Tesis ini persis seperti yang pernah dikatakan seorang penulis produktif Amerika berkulit hitam Maya Angelou yang mengatakan “Success is liking yourself, liking what you do and liking how you do it”
(Sukses adalah menyukai diri sendiri, menyukai apa yang Anda lakukan dan menyukai bagaimana Anda melakukannya).
Mereka, para Perintis Peradaban yang tulus mencari cinta Allah. Mereka hidup dengan idenya dan bekerja mencapainya.
Apa yang membedakan mereka dengan perintis-perintis lain? Orientasi. Sekali lagi, orientasi.
Yang lain punya ide, punya tujuan dan punya semangat meraihnya. Namun orientasinya hanya terlunta-lunta menggapai dunia yang dalam benak mereka begitu rumit.
Para Perintis Peradaban yang berorientasi Rabbaniyah, semangatnya tak bisa diungguli oleh mereka yang tersekat pemahaman duniawi.
Mereka yang bekerja dalam diam menuju tujuan ridha, kemauannya tak bisa dikekang oleh apapun termasuk tirani. Ada sebuah kekuatan tak terlukis, tak bisa ditulis, tak bisa dideskripsi, bagi mereka yang merintis peradaban baru dengan semangat Rabbani.
Begitulah mereka, Perintis Peradaban!
“Mereka yang bekerja dalam diam dan tak ingin dikenal banyak orang. Mereka yang mengubah dalam senyap dan tak ingin identitasnya terungkap. Itulah yang banyak terjadi pada mereka; para Perintis Peradaban.”
Wallahu a’lam.[ind]