ChanelMuslim.com – Pengenalan tentang pejuang pembebasan Al-Aqsa berlanjut dengan keadaan politik yang berjalan cepat. Walau begitu, keadaan tersebut menjadikan Imaduddin Zanki menjadi penguasa tertinggi di Syam kala itu.
Memimpin Klan Zanki menghadapi perang besar melawan Penjajahan Pasukan Salib yang semakin hari semakin angkuh.
Baca Juga: Mengenal Imaduddin Zanki, Sang Pejuang Pembebasan Al Aqsa (1)
Sang Pejuang Pembebasan Al Aqsa
Beliau sadar bahwa kala itu Pasukan Salib sudah menguasai semua pantai Syam. Kapal-kapal armada laut mereka tak bisa ditandingi dengan mudah.
Maka, Imaduddin memutuskan untuk membangun pondasi Umat Islam dengan mengadakan kaderisasi generasi yang cerdas secara pemahaman agamanya dan tangkas di medan tempur.
Beliau mulai mengadakan kampanye persatuan Umat, dengan mengajak penguasa kota-kota muslimin agar mau berpadu di bawah kepemimpinannya.
Beliau sadar bahwa menyatukan Umat Islam ternyata lebih susah dibandingkan melawan musuh.
Imaduddin berhasil. Ya, beliau berhasil menyatukan Syam dan menjadikan kota Aleppo sebagai ibukota pemerintahannya.
Intelijen Pasukan Salib pun menyadari bahwa baru kali inilah dunia Islam bersatu setelah 50 tahun mereka merebut Palestina.
Umat itu percaya pada Imaduddin. Karena dia layak untuk memimpin. Dia bukan orang biasa, dia adalah “Asadus Syam” The Lion of Syam.
Baca Juga: Mengenal Nuruddin Zanki, Tokoh yang jadi Inspirasi Shalahuddin (1)
Tokoh Pemersatu Umat Islam
Mengetahui Umat Islam sudah punya tokoh pemersatu bernama Imaduddin Zanki, Raja Yerusalem —King Imanuel— meminta bantuan dari Kekaisaran Romawi Timur yang beribukota di Konstantinopel.
Namun, Imaduddin pun dikenal oleh sejarah sebagai orang yang cerdas berpolitik. Ia mampu memenangkan pertempuran tanpa harus menghadapi musuh.
Cukup hanya dengan membayar orang-orang dalam agar mengadu domba klan-klan besar di Pasukan Salib hingga mereka berpecah belah.
Puncak dari kecerdasan politik dan militer Imaduddin Zanki adalah ketika ia berhasil meruntuhkan satu kerajaan dari 5 kerajaan Salib di Syam.
Peristiwa itu adalah “Pembebasan Edessa” tahun 1144 Masehi. Dua pemimpin jenius bertarung strategi; antara Imaduddin Zanki dan Lord of Edessa bernama Archbishop Hugh. Imaduddin tahu, bahwa seluruh pasukan Edessa sedang pergi ke Utara bersama pemimpinnya, Joscelin. Di saat-saat itulah, Pasukan Muslimin mengepung Edessa.
Edessa ditaklukkan dengan mudahnya. Dan Imaduddin Zanki menjadikan salah satu panglimanya —Zainuddin Ali— sebagai gubernur wilayah itu.
Tak ada pembantaian, bahkan Imaduddin mengangkat Pendeta Basil sebagai pemimpin Kaum Kristiani di Edessa, dan menjadi perwakilan dalam majelis musyawarah kota tersebut.
Atas kemenangan yang fenomenal itu, Imaduddin Zanki semakin cemerlang di kalangan Umat Islam, sekaligus menjadi ancaman bagi Pasukan Salib. Sebab, Imaduddin adalah pemimpin pertama yang mewujudkan kemenangan melawan kerajaan Eropa, bahkan dengan mudah menaklukkan Edessa.
Mitos tentang pasukan Salib terbongkar, dan semangat jihad Kaum Muslimin berkobar.
Hal itulah yang membuat Pasukan Salib menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Imaduddin Zanki. Tepatnya pada 15 September tahun 1146, Imaduddin Zanki syahid dibunuh oleh agen rahasia yang didanai oleh Pasukan Salib, ketika beliau sedang memimpin pengepungan Benteng Ja’bar, garis pertahanan Pasukan Salib di Sungai Eufrat.
Imaduddin Zanki menjadi inspirasi bagi banyak anak-anak muda untuk menjadi pahlawan pembebasan Al- Aqsa. Beliau syahid, tetapi jiwanya hidup di sisi Tuhan-nya. Meskipun raganya telah dikebumikan, namun beliau jauh-jauh hari telah menyiapkan penerusnya yang jauh lebih cerdas dan lebih hebat darinya.
Generasi pembebas itu terus berlanjut. Dari Aq Sanqur ke Imaduddin. Dari Imaduddin, lahirlah seorang anak yang seluruh hidupnya akan ia gunakan untuk menggentarkan Pasukan Salib. Perkenalkan, namanya Nuruddin Mahmud Zanki.
Sahabat Muslim, semoga banyak inspirasi yang bisa kita dapatkan. Aamiinn. [Cms]