oleh: Nyai Laily Nafis Sufyan
ChanelMuslim.com – Setelah berhari-harutak keluar rumah karena lockdown, terpaksa tadi harus ke apotik. Saat menunggu obat, tiba-tiba seorang kakek datang dan mengeluhkan badannya yang pegal-pegal juga pusing. Lalu petugas apotik menyodorkan vitamin, si kakek bertanya:
“Harganya berapa?
Setelah dijawab, lalu kakek berkata:
“Yang lainnya saja yang lebih murah, Nak”…
Makdek hati ini rasanya teriris-iris perih sekali (tapi saya tak berani menoleh takut dia malu atau hati saya yang malah malu pada diri ini)
Lalu petugas apotik memberi sirup. Tanpa menanyakan harga lagi, kakek itu menjawab:
“Nopo mboten wonten yang ukurannya lebih kecil? atau yang boleh nebus separuh Nak?”
Ya Allah, ini adalah cambukan terpedih bagi saya yang di sampingnya,
lalu saya katakan..
“Mbah, Njenengan pinarak saja di kursi, nanti sama masnya diberi obat yang banyak dan yang paling bagus.”
Setelah saya selesaikan kebutuhannya, saya pergi dengan hati yang tetap saja terbakar.
Sepanjang perjalanan pulang, mata ini tak lepas dari pemandangan orang-orang yang pasrah tanpa senyuman. Menunggu rezeki mereka di pinggir jalan yang nyaris sepi tanpa orang, tukang becak, penjual mainan dan kakek-kakek penjual pisau. Saya tahu mereka terpaksa harus keluar walau tahu di luar sudah susah mendapat uang karena tha’un.
Suasana di mobil pun terasa tak enak. Kulirik suami yang sedang mengemudi, tampaknya dia juga merasakan keprihatinan yang kurasakan. Tiba-tiba dia berkata:
“Dik, ulama-ulama salaf sering menganjurkan kita membantu dalam masa Tha’un atau Wabah seperti ini. Malah Ibnu Hajar al Asqolani menulis kitab berjudul:
بذل الماعون في فضل الطاعون
Badzlul Maa’un, pentingnya mengerahkan segala bantuan utk meringankan orang di kala Tha’un/wabah melanda.
Wes, sekarang turunlah dan hampiri mereka satu-satu,” dia menghentikan mobilnya.
Tapi setelah menghampiri mereka, semakin terbayang kesusahan hidup yang mereka jalani. Kapan covid ini berakhir, Gusti? Mereka yang mengandalkan hidup dari kerja harian tak bisa mencukupi kebutuhan bahkan sakit pun mereka abaikan.
Ah..andai semua ummat Islam sadar..
pintu Masjidil Haram dan Roudloh baginda Nabi tertutup agar manusia mengalihkan uangnya untuk memperhatikan saudaranya yang miskin…
Bandara tertutup tak menerima kita jalan-jalan agar uang itu untuk membantu sesama.
Mall-mall dibatasi waktu dan pengunjung agar kita berhenti berbelanja dan menghambur-hamburkan uang, padahal di samping kita banyak anak yatim menangis karena kekurangan.
Memang selama ini kita menyantuni mereka, membantu mereka tapi tak sebesar biaya jalan-jalan kita keluar negeri.
Kita memang memberi uang orang miskin, tapi tak sebesar biaya kita bolak balik umroh.
Saat semua itu tertutup, inilah saatnya kita menjalani yang masih terbuka yaitu peduli pada sesama.
Saat peduli pada sesama tertutup berarti kita sudah mati.[ind]