USIA 40 tahun adalah batas antara muda dan tua.
Usia tersebut manusia tidak lagi dikatakan muda, tapi belum pula dikatakan tua, tapi dia sedang mengarah ke sana.
Di usia 40, vitalitas kerja tubuh biasanya mulai menurun, penyakit sudah mulai banyak mengintai. Gula, kolesterol, jantung, dan lain-lain.
Ada bom waktu pada tubuhnya. Artinya, ibarat mobil atau motor, mesin dan badannya sudah banyak masalah.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwa usia umatnya adalah antara 60-70an, jarang yang sampai 80an.
Berarti usia 40 sudah melewati lebih dari separuh hidup. Jatah hidupnya semakin berkurang.
Dia sudah sore, masa-masa terik dan panasnya usia muda sudah lewat. Dia hampir senja.
Waktu berlalu nampak begitu cepat, bayang-bayang kematian sudah mulai dia rasakan.
Maka, usia 40 tidak lagi pantas nongkrong-nongkrong dipinggir jalan, cafe, berkumpul di tempat yang sia-sia, begadang tanpa tanpa makna.
Dia hendaknya mulai menarik diri dari fitnah dunia, memperbaiki diri dengan ibadah, berkumpul dengan orang saleh, sambil menanti jadwal kematiannya.
Bukankah kesibukan kita di dalam dan di luar rumah, baik urusan dunia dan akhirat, dakwah dan jihad, hakikatnya adalah kesibukan sambil menanti jadwal kematian kita?
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Allah Ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al Ahqaf: 15).
Baca juga: Al-Baqarah Ayat 30, Makna Manusia Sebagai Khalifah Allah di Bumi
Ketika Manusia Berusia 40 Tahun
Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan:
فَفِي الْأَرْبَعِينَ تَنَاهِي الْعَقْلِ، وَمَا قَبْلَ ذَلِكَ وَمَا بَعْدَهُ مُنْتَقَصٌ عَنْهُ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ. وَقَالَ مَالِكٌ: أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْقِيَامَةِ حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ.
Di usia 40 akal manusia berada pada puncak kecemerlangannya, sedangkan sebelum dan sesudahnya berkurang keadaannya. Wallahu a’lam.
Imam Malik berkata: “Aku jumpai para Ulama di negeriku (Madinah), mereka mengejar dunia, ilmu, dan berbaur dengan manusia, sampai datang kepada mereka usia 40 tahun, aku lihat mereka memisahkan diri dari manusia, mereka disibukkan dengan perkara akhirat sampai datang waktu kematian mereka. (Tafsir Al Qurthubi, 14/353).
Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawiy Rahimahullah mengatakan:
إذن: مَنْ لم يرشُدْ حتى الأربعين فلا أملَ فيه، والنار أَوْلَى به؛ لأنه حين يكفر أو ينحرف عن الطريق في عنفوانه شبابه وقوته نقول: شراسة الشباب والشهوة والمراهقة، إلى آخر هذه الأعذار فإذا ما بلغ الأربعين فما عذره؟
Jadi, Barang siapa yang sampai 40 tahun belum bersama petunjuk, maka tidak ada harapan baginya dan neraka lebih pantas baginya, sebab ketika dia ingkar dan menyimpang di usia remaja, muda, dan enerjik, maka kami katakan: “Sesungguhnya ganasnya syahwat para pemuda sampai masa akhir mudanya, maka ini dimaklumi dan dia diberikan ‘udzur, ada pun di usia 40 apa yang bisa dimaklumi?”. (Tafsir Asy Sya’rawiy, 15/957).
Sumber: Madrasatuna
[Sdz]