Kaidah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus kita pahami dengan baik. Semangat dalam beragama memang diperlukan, tetapi beragama hanya bermodalkan semangat saja tidak cukup.
Baca Juga: Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ibnu Taimiyah
Kaidah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Begitu pula dalam beramar ma’ruf nahi munkar, siapa yang menjalankannya dituntut berilmu dan mengedepankan kelembutan agar tidak melenceng dari maksud syariat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Siapa yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, hendaklah dia memiliki ilmu tentang apa yang dia serukan dan apa yang dia larang.
Mengedepankan kelembutan dan kesantunan ketika mengajak maupun ketika melarang.
Maka hendaklah dia berilmu sebelum mengajak serta lembut dan santun dalam bersikap.
Orang yang tidak mempunyai ilmu dia tidak boleh mengajak orang atas dasar kejahilannya.
Begitupula bila dia berilmu tetapi tidak memiliki kelembutan maka keadaannya ibarat dokter yang tidak punya belas kasihan, kasar terhadap pasiennya, tentu tipe dokter seperti ini tidak akan ada yang menerimanya.
Allah ta’ala telah berfirman kepada Musa dan Harun,
فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan tutur kata yang lembut semoga dengan itu dia menjadi sadar atau takut.” (Thoha: 44).”
(Minhajussunnah 2/62-63)
Ilmu dan kelembutan dibutuhkan agar kema’rufan yang diserukan tidak ternoda dengan cara-cara yang tidak ma’ruf dan kemunkaran yang dicegah tidak menimbulkan kemunkaran yang lebih besar.
Karena syariat ini diturunkan bertujuan untuk mewujudkan maslahat dan menyempurnakannya serta menolak kerusakan dan menguranginya.
Kendati demikian, ketegasan dalam beramar ma’ruf nahi munkar adakalanya dibutuhkan dalam kondisi tertentu apabila kemaslahatannya jauh lebih besar atau mudhorotnya berkurang sebagaimana yang disampaikan oleh para ulama. [Cms]
https://t.me/manhajulhaq