JEJAK ulama Samarkand di Nusantara. Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis artikel ini yang mengulas hubungan para ulama negeri Stan dengan Nusantara.
“Kak, saya ada pertemuan dengan Bapak Ma’ruf hari ini. Saya mau clarify sama kakak tentang sejarah Sheikh Jumadil Kubro, Maulana Malik, dan Maulana Ishaq.”
Pesan melalui WA itu saya terima dari @sanjar.indonesia Seperti diketahui Wapres Ma’ruf Amin sedang melakukan kunjungan kerja ke Uzbekistan tanggal 12-16 Juni 2023 ini.
Barangkali yang belum tahu, Sanjar adalah kandidat doktor bahasa Indonesia yang bersama sepupunya @donjkee menemani perjalanan saya dan Lambang selama di Uzbekistan dan negera-negara Stan lainnya, hingga lahirlah buku “Journey to Samarkand” dan “Journey to The Light”.
Ia sudah menjadi adik saya, begitupun keluarganya, menjadi keluarga kedua saya di Tashkent. Kehangatan dan ketulusan mereka begitu membekas di hati.
Saya masih punya utang padanya. Di kedua buku itu, saya belum menuliskan secara khusus jejak ulama asal Uzbekistan di Nusantara.
Baca juga: Kisah Chagatai Khan, Cucu Jengis Khan yang Memeluk Islam
Jejak Ulama Samarkand di Nusantara
Salah satunya, tersebutlah nama Syekh Ibrahim Zainul Akbar atau Ibrahim al-Ghazi, yang lebih dikenal di sini sebagai Syekh Ibrahim As-Samarqandi.
Dalam pelafalan Jawa sering disebut Syekh Brahim Asmorokondi, atau Makhdum Asmoro. Babad tanah Jawi menyebutnya Makdum Brahim Asmoro.
Karena sama-sama bernama Ibrahim, banyak yang salah paham dan menganggapnya sama dengan Maulana Malik Ibrahim. Padahal keduanya orang yang berbeda.
Maulana Malik Ibrahim wafat di Gresik 1419 M, sedangkan Syekh Ibrahim As-Samarqandi baru sampai di tanah Jawa sekitar tahun 1440-an M dan makamnya ada di Tuban.
Karena tidak ada literasi yang menuliskan secara rinci, maka kisahnya lebih banyak dituturkan secara lisan, sehingga tak terhindarkan banyaknya kesimpangsiuran tentang sosoknya.
Ada yang menyebutkan, ia adalah ayah dari Sunan Ampel. Ada juga yang menyebutkan ia adalah ayah dari Maulana Ishaq.
Riwayat yang masyhur, bersama Maulana Ishaq, ia meninggalkan Samarkand menuju tanah Jawa.Tepatnya di wilayah Blambangan yang waktu itu tengah terkurung pandemi.
Berkat kepiawaian Maulana Ishaq di bidang pengobatan, ia berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu yang tak lain putri Prabu Menak Sembuyu.
Maulana Ishaq lalu dinikahkan dengan Dewi Sekardadu, dan melanjutan dakwah ke Samudra Pasai, hingga wafat di sana. Sedang Sang Ayah tetap di tanah Jawa dan wafat di Tuban.
Syekh Ibrahim As-Samarqandi diduga adalah penulis kitab berjudul Suluk Ngasmara atau Suluk Asmara. Pakar Sastra Jawa PJ. Zoetmulder menjadikan Suluk Ngasmara sebagai salah satu rujukan pembanding dalam mengupas kitab karya Sunan Bonang.
Jejak ulama Samarkand di Nusantara tak terbantahkan, meski banyak hal yang masih harus ditelusuri dan dikonfirmasi.
Saya membayangkan, di musim dingin yang menggingit di akhir tahun ini, saya akan menyusurinya jejaknya dari Samarkand hingga ke tepian Laut Kaspia. Biidznillah.[ind]