Chanelmuslim.com – Inilah Imam Masjidil Haram Pertama dari Indonesia
Tak banyak orang yang mengenalnya terutama di tanah air ini. Meski tidak turut berjuang bersama para pahlawan di negeri ini, tapi ia turut berkontribusi dalam melahirkan pahlawan-pahlawan negeri. Mari berkenalan dengan salah-satu cendekia muslim mahsyur dari tanah Sumatera. Namanya Shaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Kenapa disebut Al Minangkabawi? Karena dia lahir di Koto Tuo, Agam, Sumatera Barat.Ahmad lahir bulan Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M. Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil yang belum genap berusia 10 tahun diajak oleh sang ayah, ‘Abdul Lathif, ke Tanah Suci mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di mekkah untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama mekkah terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.
Baca Juga: Kisah Imam Bukhari Membuang 1000 Dinar ke Laut
Inilah Imam Masjidil Haram Pertama dari Indonesia
Dimulailah perjalanan naik kapal berbulan-bulan menuju Mekah sana. Selain belajar agama, beliau juga belajar sejarah, aljabar, ilmu falak, berhitung, serta geometri.
Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di mekkah adalah:
- Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’I (1259-1330 H)
- Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1263-1295 H)
- Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i (1266-1310 H) –penulis I’anatuth Thalibin.
Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah, yaitu:
- Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) –mufti Madzhab Syafi’i di mekkah-
- Yahya Al Qalyubi
- Muhammad Shalih Al Kurdi
Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam thalabul ‘ilmi, seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39, menuturkan“…Ia adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti mathematic (ilmu hitung), aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru alias otodidak.”
Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar mempelajari ilmu-ilmu keduniaan yang mendudkung ilmu diennya seperti ilmu pasti untuk membantu menghitung waris dan juga bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.
Salah satu kebiasaan beliau selama belajar adalah, sering pergi ke kedai buku di salah satu pojok kota Mekah. Lantas membaca di sana dengan tekun. Pemilik kedai buku, mungkin setelah hari yang kesekian, terpesona melihatnya. Anak muda ini, bukan orang Arab, tapi luas sekali ilmunya, baik sekali perangainya. Pemilik kedai buku tertarik dengan kecerdasan dan akhlak yang dimiliki Ahmad Al Minangkabawi. Suatu hari ia bertanya, “Anak muda, apakah kamu sudah menikah?” Al Minangkabawi menggeleng, dia anak perantauan, tidak punya uang, belajar saja sambil numpang, bagaimana mau menikah. “Maukah kamu menikah dengan salah-satu anak gadisku?” Wah, wah, beruntung sangat nasibnya, maka menikahlah anak muda ini dengan anak gadis pemilik kedai buku. Dari pernikahan ini, lahir satu anak. Tapi takdir berkata lain, beberapa tahun kemudian, istrinya meninggal karena sakit. Al Minangkabawi menikah lagi, adik istrinya. Pemilik kedai buku menikahkannya dengan anaknya lagi.
Karena ketekunan yang luar biasa dalam belajar, paralel dengan berumah tangga, bertahun-tahun lagi berlalu, Al Minangkabawi tumbuh menjadi cendekia islam yang mumpuni. Ilmunya luas, pemahamannya dalam. Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah adalah tiang tengah dari mazhab Syafi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XX.
Jadilah dia ulama yang sangat dihormati di tanah Mekah. Ribuan orang berguru padanya. Termasuk salah-duanya, Kyai Haji Hasyim Asy’ari yang mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Saat mereka naik haji, menimba ilmu di Mekah, Al Minangkabawi sempat menjadi gurunya. Beliau (bersama ulama Al Bantani) dikenal dengan sebutan, guru para ulama besar di Indonesia.
Dan puncak dari kecendekia-annya, Al Minangkabawi diangkat menjadi Imam masjidil Haram. Masya Allah beliaulah imam pertama non-Arab di tanah Mekkah. Bukan main, anak rantau dari tanah Minang, dulu belum genap 10 tahun saat meninggalkan Teluk Bayur, menjadi imam di episentrum pergerakan Islam.
Lihatlah wajah beliau sekali lagi. Terpisah waktu kita darinya, ratusan tahun lebih. Terpisah jauh kita darinya, belasan ribu kilometer, tapi inilah salah-satu ulama besar Indonesia. Beliau memang tidak berperang melawan penjajah Belanda, tidak mengangkat bambu runcing, atau rencong menghadapi penjajah. Tapi tak terbilang pemahaman, pendidikan tentang kemerdekaan, nilai-nilai kemanusiaan, gelora perjuangan yang dia berikan kepada murid-muridnya. Lantas, murid-muridnyalah yang kemudian hidup mati melawan penjajah. Beliau sangat penting bagi sejarah kemerdekaan Indonesia. Menulis ratusan buku–yang masih banyak dipakai di pesantren-pesantren. Menyebarkan pemahaman terbaik dari ujung ke ujung tanah Indonesia. Dialah, Al Minangkabawi.
Sumber: wikipedia, FB