KORELASI antara ilmu dan kebangkitan dijelaskan oleh Ustaz Deden A. Herdiansyah.
Adab terhadap Allah, adab terhadap orangtua, adab terhadap guru, dan adab terhadap ilmu menjadi untaian permata di sepanjang perjalanan menuntut ilmu.
Tanpa semua itu ilmu hanya menjadi seonggok pengetahuan yang kehilangan hikmah.
Padahal hikmah adalah pengetahuan yang bisa mengantarkan seseorang pada banyak kebaikan.
Sebagaimana yang telah difirmankan Allah:
يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Al-Baqarah: 269).
Ada berbagai tafsir yang telah disampaikan oleh para ulama mengenai makna hikmah dalam ayat tersebut.
Di antaranya Ibnu Abbas yang menafsirkannya sebagai pengetahuan mengenai al-Quran.
Mujahid menafsirkannya sebagai ilmu, fikih, dan al-Quran.
Ibrahim an-Nakha’i menafsirkannya sebagai pemahaman. Dan Imam Malik menafsirkannya sebagai pengetahuan mengenai agama Allah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Pada intinya pendapat-pendapat tersebut berkisar pada pengetahuan, pemahaman, ilmu, dan al-Quran.
Dan semua makna yang terkandung pada kata hikmah itu semestinya mengantarkan pemiliknya pada kebaikan yang banyak (khairan katsira).
Persoalannya sekarang adalah, apakah ilmu yang dimilki umat ini telah mengantarkan pada kebaikan yang banyak?
Atau baru sekadar knowledge (pengetahuan)? Lalu jika memang belum bisa mengantarkan pada banyak kebaikan, apa sebabnya?
Ilmu dan Kebangkitan (3)
Baca juga: Ilmu dan Kebangkitan (2)
Sangat mungkin, karena ilmunya dicari dengan cara yang salah dan tidak memenuhi adab-adabnya.
Selain pemahaman tentang adab menuntut ilmu, para penuntut ilmu juga perlu memperhatikan prioritas ilmu dan tahapan-tahapan dalam menuntut ilmu.
Idealnya, aktivitas menuntut ilmu dimulai dengan mempelajari semua hal yang berkaitan dengan pokok-pokok keimanan.
Kemudian dilanjutkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kewajiban, al-Quran, hadis, dan ilmu-ilmu fundamental lainnya.
Ilmu-ilmu fundamental itu berfungsi sebagai fondasi yang melandasi bangunan keilmuan.
Sehingga setinggi apa pun bangunan keilmuan seseorang tidak perlu dikhawatirkan akan roboh, karena fondasi keilmuannya sudah kokoh.
Namun, ada banyak orang yang melewati ilmu-ilmu yang mendasar itu, kemudian melompat pada ilmu-ilmu lainnya.
Fenomena inilah yang menyebabkan banyak orang mengalami kerancuan dalam berpikir, bengkok cara berpikirnya, atau menjadi “pinter keblinger”.
Rusak struktur berpikir dan keilmuannya.[Sdz]