BAGAIMANA hukum minum obat yang mengandung unsur babi?
Istri saya sedang hamil, dan di diagnosa ada autoimun kekentalan darah, disarankan oleh dokter menggunakan suntikan obat Heparin yang didalam nya ada unsur babi nya. Apakah dalam kasus ini dibolehkan (halal)?
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjawab pertanyaan ini.
Pada prinsipnya Islam melarang berobat dengan yang haram dan najis.
Sebagaimana ditegaskan dalam hadits-hadits yang shahih.
Dari Abu Darda’ Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit pasti ada obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud No. 3876, Imam Ibnul Mulaqqin mengatakan: shahih. (Tuhfatul Muhtaj, 2/9).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berobat dengan yang buruk (Al Khabits).” (HR. At Tirmidzi No. 2045, Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan lainnya).
Imam Asy Syaukani Rahimahullah berkata:
وَكَذَلِكَ سَائِرُ الْأُمُورِ النَّجِسَةِ أَوْ الْمُحَرَّمَةِ ، وَإِلَيْهِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ قَوْلُهُ : ( وَلَا تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ ) أَيْ لَا يَجُوزُ التَّدَاوِي بِمَا حَرَّمَهُ اللَّهُ مِنْ النَّجَاسَاتِ وَغَيْرِهَا مِمَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ نَجَسًا
“Demikian juga seluruh hal yang najis dan haram (tidak boleh dijadikan obat), demikianlah madzhab jumhur (mayoritas), sabdanya: “janganlah berobat dengan yang haram,” artinya tidak boleh pengobatan dengan apa-apa yang Allah haramkan baik berupa benda-benda najis, dan benda lainnya yang diharamkan Allah, walau pun tidak najis.” (Nailul Authar, 8/204).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Namun demikian Islam adalah agama yang manusiawi dan membawa kemaslahatan bagi keberlangsungan hidup manusia.
Pada kondisi tertentu, dibolehkan menggunakan benda-benda haram dan najis untuk berobat, yakni jika keadaan sangat mendesak, terpaksa, tidak ada pilihan, alias darurat. Ini didasarkan oleh dalil keumuman ayat:
“Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’am (6): 145).
Atau ayat lainnya:
“…tetapi Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah (2): 173).
Dari sini, maka telah ijma’ (sepakat) para ulama bahwa bolehnya memakan bangkai (atau sesuatu yang haram) karena darurat.
Berkata Imam Ibnul Mundzir:
وأجمعوا على إباحة الميتة عند الضرورة
“Mereka (para ulama) telah ijma’ bolehnya memakan bangkai ketika darurat.” (Kitabul Ijma’ No. 746).
Jika orang yang terancam jiwanya karena kelaparan, dan tidak ada makanan halal tersedia, maka dia dibolehkan makan yang haram demi keselamatan jiwanya, dengan tanpa melampaui batas melebihi kebutuhan.
Hukum Minum Obat yang Mengandung Unsur Babi
Begitu pula penyakit yang menimpa seseorang yang mengancam jasad atau jiwanya, dan tidak ditemukan obat lain yang halal, maka kondisi tersebut merupakan alasan yang sama (dengan kelaparan) untuk dibolehkannya berobat dengan yang haram, termasuk kasus yang ditanyakan Saudara Penanya.
Alasan-alasan ini dikuatkan oleh dalil-dalil lain, yakni pemakaian kain sutera oleh Zubeir bin Awwam dan Abdurrahman bin ‘Auf ketika mereka kena penyakit Kudis dalam sebuah perjalanan.
Dalam keadaan normal diharamkan bagi laki-laki memakai pakaian berbahan sutera.
Dengan demikian, para ulama juga telah membuat kaidah:
الضَّرُورِيَّاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ
“Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang terlarang.” (Al Asybah wan Nazhair, 1/155).
Baca juga: Hukum Pemberian Sel Manusia pada Janin Babi
Lalu, Kapankah Darurat Itu?
Darurat itu jika situasi sudah mengancam jiwa, agama, akal, harta, dan keturunan.
Namun, dalam konteks penyakit, seseorang disebut mengalami darurat jika memenuhi syarat berikut:
1. Keadaan benar-benar mendesak yakni terancam keutuhan jasad atau jiwa.
2. Telah terbukti bahwa ‘obat haram’ tersebut adalah memang obatnya, dan ini dibutuhkan petunjuk dokter yang bisa dipercaya. Bukan karena asumsi pribadi, kira-kira, atau ikut-ikutan kata orang.
3. Memang tidak ada obat lain yang halal. Jika masih banyak atau ada obat halal yang tersedia, maka tetap tidak boleh, berikhtiarlah dengan yang halal tersebut.
Dalam konteks ini, maka sebaiknya tanyakan dulu ke pihak dokter adakah obat lain selain obat yang mengandung babi.[Sdz]