ADA garis tipis antara prank dan bullying, terutama setelah melihat trend orangtua yang menakut-nakuti anak dengan suara hantu hingga anak ketakutan dan menjerit.
Tentunya trend ini sangat disayangkan. Meskipun tujuan mereka adalah untuk kesenangan dan hanya sebagai lelucon dari tindakan prank tersebut, namun melihat dampak terhadap kesehatan psikis anak maka orangtua bisa jadi menjadi pelaku bullying dalam hal ini.
Selain buruk untuk kesehatan mental anak, orangtua juga dapat kehilangan kepercayaan dari mereka.
Baca Juga: Cara Menghibur Orang Lain Tanpa Prank
Garis Tipis antara Prank dan Bullying
Dilansir dari studocu.com, bullying adalah perilaku yang tidak diinginkan atau agresif terhadap seseorang.
Ketika kamu nge-prank seseorang, baik di internet atau di dunia nyata, dengan tujuan bersenang-senang maka prank tersebut seharusnya menyenangkan untuk kedua belahpihak.
Namun, pernahkah kamu berpikir bahwa mungkin orang lain tidak menganggap prank tersebut lucu saat kamu melakukannya padanya, sebaliknya mereka mungkin justru merasa terluka?
Perbedaan antara prank dan bullying telah menjadi diskusi selama bertahun-tahun, tetapi di mana batasnya?
Beberapa tahun yang lalu, bullying tidak dianggap sebagai masalah yang sangat serius, dan lebih dipandang sebagai lelucon yang ekstrem.
Namun, di zaman sekarang ini, bullying dianggap lebih serius dan garis pembeda antara bullying dan prank menjadi topik utama terutama di lingkungan sekolah.
Perbedaan yang mungkin terlihat adalah reaksi orang yang berbeda terhadap prank dan bullying. Ketika orang di-prank, beberapa dari mereka akan menganggapnya sebagai sebuah lelucon. Namun tidak sedikit dari mereka yang merasa terintimidasi.
Jika kamu nge–prank temanmu, mereka akan menganggapnya sebagai lelucon dan sebagai tanda pertemanan yang sangat dekat.
Sementara, jika kamu nge–prank seseorang yang bukan teman dekatmu, mereka mungkin menganggapnya sebagai bullying.
Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati, karena setiap orang bereaksi dengan cara yang berbeda.
Fakta lainnya, bullying juga mendapatkan reaksi yang berbeda-beda sesuai dengan siapa korbannya, usia, latar belakang, dan kehidupan sosialnya.
Beberapa korban mungkin merasa diintimidasi karena penampilan, kekayaan, etnis, status sosial, atau nilai mereka yang bawa.
Korban lainnya mungkin tidak bereaksi sama sekali dan hanya menjalani hari mereka seperti biasa. [Ln]