TIM olahraga Israel ditolak bukan hanya oleh Indonesia, tapi juga beberapa negara lainnya. Dalam tulisan berjudul Tidak Sekarang, Tidak Selamanya, Uttiek M. Panji Astuti menulis hal tersebut.
Indonesia dipastikan batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ini menyusul pertemuan antara Presiden FIFA Gianni Infantino dengan Ketua Umum PSSI Erick Thohir.
Dalam keterangan resminya, FIFA menyatakan tuan rumah baru akan diumumkan sesegera mungkin, dengan tanggal penyelenggaraan turnamen yang saat ini masih belum berubah. [Republika, 30/3]
Kabar itu tentu melegakan. Sekali lagi, rakyat negeri ini menunjukkan keberpihakannya pada perjuangan saudara-saudara kita di Palestina.
Banyak suara nyinyir di sosial media yang memperdebatkan hal ini. Namun tulisan ini tak hendak membahas hal itu.
Sejarah mencatat, bukan hanya Indonesia yang pernah menolak tim olahraga negeri zionis itu.
Sebelum bergabung dengan Union of European Football Associations (UEFA), Federasi Sepak Bola Israel merupakan anggota resmi AFC atau Asosiasi Sepak Bola Asia, dari 1954 sampai 1974.
Atas prakarsa Kuwait, I*r*el resmi dikeluarkan dari AFC tahun 1974 melalui sebuah voting di mana 17 anggota AFC menolak mereka.
Setelah hampir 20 tahun tak ada yang mau menampung, akhirnya tahun 1994 secara resmi baru tergabung dengan asosiasi sepak bola Eropa.
Tak hanya sepakbola, kejadian serupa juga pernah terjadi di cabang olahraga tenis.
Uni Emirat Arab sebagai tuan rumah WTA Tour di Dubai pada 2009 tidak mengeluarkan visa untuk atlet tenis asal I*r*el, Shahar Peer.
Upaya mencetak sejarah sebagai atlet I*r*el pertama yang tampil di Dubai pun sirna.
Baca Juga: Seruan Boikot Kurma Israel Makin Ramai
Deretan Negara yang Pernah Menolak Tim Olahraga Israel
View this post on Instagram
Sikap keras juga pernah ditunjukkan negara Bahrain pada atlet lari asal Kenya pemegang paspor Bahrain, bernama Mushir Salem Jawher.
Tersebab nekat mengikuti turnamen Tiberias Marathon yang digelar di I*r*el, ia harus kehilangan kewarganegaraannya.
Namun, setelah melalui serangkaian proses yang panjang, akhirnya paspor Bahrain-nya bisa kembali.
Di bulan Ramadan yang mulia ini, tak perlu lagi memperpanjang perdebatan. Terpenting, persoalan itu telah selesai.
Para penjajah itu tak pernah menginjakkan kakinya di negeri tercinta. Tidak sekarang. Tidak selamanya. Terima kasih rakyat Indonesia![ind]