PERNAHKAH kamu berpikir untuk melakukan cara balas dendam terbaik dalam Islam? Mungkin, kamu berpikir apakah balas dendam itu diperbolehkan? Tidak dapat dimungkiri, hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya tak jarang menimbulkan konflik.
Baca Juga: Masa Kecil yang Buruk Menimbulkan Kesakithatian dan Dendam di Masa Tua
Cara Balas Dendam Terbaik dalam Islam
Hal ini membuat salah satu atau satu sama lain merasa tersakiti. Entah karena perbuatan, perkataan, dan penyebab lainnya. Seseorang bisa menjadi sakit hati dan ada rasa ingin membalas dendam.
Akan tetapi, kita menyadari bahwa hal tersebut sebenarnya dilarang dalam Islam. Menyimpan dendam juga hanya menimbulkan penyakit hati bagi diri sendiri.
Oleh sebab itu, banyak sekali dalil yang memerintahkan kita untuk bersabar karena semua ada balasannya. Kalau tidak terbalas saat dunia, semua akan dibalas di akhirat sesuai perhitungan yang tepat.
Namun, tahukah kamu bahwa kita bisa melakukan balas dendam terbaik dalam Islam? Bagaimana caranya? Cara balas dendam terbaik dalam Islam adalah dengan memaafkan orang yang pernah menyakiti kita.
Tidak ada balas dendam terbaik selain memaafkan. Hal ini dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 126. Walaupun, ada kalimat yang menjelaskan apabila kita ingin membalas, balaslah dengan balasan yang serupa.
Akan tetapi, ayat tersebut belum selesai karena ada pilihan lebih baik daripada membalas dengan balasan setimpal. Balas dendam terbaik itu adalah bersabar dengan membuktikannya lewat memaafkan.
Tentang sakit hati kita, tidak perlu khawatir karena Allah sebaik-baiknya pemberi keputusan. Allah tahu kita sakit hati. Allah tahu dada kita sesak karena dizalimi oleh orang lain.
Bukankah kita sudah tahu tentang betapa mustajabnya doa orang yang dizalimi? Itu masih di dunia. Bagaimana dengan di akhirat nanti? Tentunya, semua akan diberikan balasan sesuai apa yang dikerjakan.
Jadi, tidak perlu khawatir terhadap orang yang menyakiti kita dengan sengaja dan tidak mau bertaubat. Nantinya, dia akan mendapatkan balasannya di akhirat nanti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ
Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (Q.S. An-Nahl: 126)
Dalam Tafsir Tahlili, dijelaskan berdasarkan riwayat Abu Hurairah bahwa sesungguhnya Nabi SAW berdiri di hadapan Hamzah ketika terbunuh sebagai syahid dalam Perang Uhud.
Tidak ada pemandangan yang paling menyakitkan hati Nabi daripada melihat jenazah Hamzah yang dicincang (mutilasi).
Lalu Nabi bersabda, “Semoga Allah mencurahkan rahmat kepadamu. Sesungguhnya engkau—sepengetahuanku—adalah orang yang senang silaturrahim dan banyak berbuat kebaikan.
Kalau bukan karena kesedihan berpisah denganmu, sungguh aku lebih senang bersamamu sampai di Padang Mahsyar bersama para arwah.
Demi Allah, aku akan membalas dengan balasan yang setimpal tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu.”
Maka Jibril turun dengan membawa ayat-ayat di akhir Surah an-Naḥl, “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.
Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.”
Pada saat itu Rasulullah berdiri di hadapan jenazah Hamzah.
Dalam ayat ini Allah menegaskan kepada kaum Muslimin, yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan agama Islam, untuk menjadikan sikap Rasul di atas sebagai pegangan mereka dalam menghadapi lawan.
Pedoman dakwah yang diberikan Allah pada ayat yang lalu, adalah pedoman dalam medan dakwah dengan lisan, hujjah lawan hujjah. Dakwah berjalan dalam suasana damai.
Akan tetapi, jika dakwah mendapat perlawanan yang kasar, misalnya para dai disiksa atau dibunuh, Islam menetapkan sikap tegas untuk menghadapi keadaan demikian dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran.
Dua macam jalan yang diterangkan Allah dalam ayat ini.
Pertama, membalas dengan balasan yang seimbang. Kedua, menerima tindakan permusuhan itu dengan hati yang sabar dan memaafkan kesalahan itu jika bisa memberi pengaruh yang lebih baik bagi jalannya dakwah.
Menurut Ibnu Kaṡir, ayat ini mempunyai makna dan tujuan yang sama dengan beberapa ayat dalam Al-Qur’an yaitu mengandung keharusan adil dan dorongan berbuat keutamaan, seperti firman Allah:
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ ٤٠ (الشورى)
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. (asy-Syūrā/42: 40)
Firman Allah swt:
وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ ۗ
…Dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. (al-Mā’idah/5: 45)
Sahabat Muslim, mari melakukan balas dendam terbaik dengan cara memaafkan. Allah akan membalas orang yang menyakiti kita setimpal dengan apa yang telah orang tersebut lakukan. [Cms]