CAHAYA di wajah ummat ditulis oleh Allahyarham K.H. Rahmat Abdullah. Dalam satu kesatuan amal jama’i ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i.
Kejujuran, kesuburan, kejernihan, dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya menggairahkan dan menenteramkan.
Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di hadapan Allah Subhanahu wa taala secara sendiri-sendiri.
Karenanya, jangan ada orang yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa berusaha meningkatkan kualitas dirinya.
Ingat suatu pesan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu (Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya).
Makna tarbiyah itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus menerus menempel dan tergantung pada orang lain.
Meskipun kebersamaan itu merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian sunahnya.
Sebab kalau mau, para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bisa saja menetap dan wafat di Madinah, atau terus menerus tinggal bermulazamah tinggal di masjidil Haram yang nilainya sekian ratus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian ribu kali.
Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di Ma’la. Tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu mil dari negeri mereka.
Sesungguhnya mereka mengutamakan adanya makna diri mereka sebagai perwujudan firman-Nya: Wal takum minkum ummatuy yad’una ilal khoir.
Atau dalam firman-Nya: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnasi (Kamu adalah sebaik-baiknya ummat yang ditampilkan untuk ummat manusia. Surat Ali Imran: 110).
Baca Juga: Ibu Hebat Dicintai Allah, Rasulullah, Islam dan Ummat
Cahaya di Wajah Ummat
Ummat yang terbaik bukan untuk disembunyikan tapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan perhatikan.
Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya.
Jangan ada lagi orang yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan. Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus mempengaruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya.
Seharusnya, di mana pun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan kebaikan, kawasan cahaya, kawasan ilmu, kawasan akhlak, kawasan taqwa, kawasan al-haq, setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan jahiliyah, kezaliman, kebodohan dan hawa nafsu.
Demikianlah ciri kader dakwah di mana pun dia berada terus menerus memberi makna kehidupan.
Seperti sejarah da’wah ini, tumbuh dari seorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang.
Sangat indah ungkapan seorang ulama dakwah, “Antum ruhun jadidah tarsi fi jasadil ummah”.
Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.
Jangan ada sesudah ini, orang yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk merasakan eksistensi dirinya. Tapi, di mana pun dia berada ia tetap merasakan sebagai hamba Allah Subhanahu wa taala,
ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya kepada Allah Subhanahu wa taala, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat orang.
Ke mana pun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena Allah Subhanahu wa taala senantiasa bersamanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat dan alam semesta senantiasa.
Kehebatan Namrud bagi Nabi Ibrahim alaihis salam tidak ada artinya, tidaklah sendirian.
Allah Subhanahu wa taala bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya.
Api yang berkobar-kobar yang dinyalakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu korps dengannya dalam menunaikan tugas pengabdian kepada Allah Subhanahu wa taala.
Alih-alih dari menghanguskannya, justru malah menjadi “bardan wa salaman” (penyejuk dan penyelamat). Karena itu, ia yakin bahwa Allah Subhanahu wa taala
akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang dakwah sesuai dengan janji-Nya, In tansurullah yansurukum wayu sabit akdamakum
(Jika kamu menolong agama Allah, Ia pasti akan menolongmu dan mengokohkan langkah kamu).
Semoga para kader dakwah senantiasa mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Allah Subhanahu wa taala di tengah derasnya arus dan badai perusakan ummat. Kita harus yakin sepenuhnya akan pertolongan Allah dan bukan yakin dan percaya pada diri sendiri.
Masukkan diri ke dalam benteng-benteng kekuatan tarbiyah atau halaqah tempat junud dakwah melingkar dalam suatu benteng perlindungan,
menghimpun bekal dan amunisi untuk terjun ke arena pertarungan Haq dan bathil yang berat dan menuntut pengorbanan.
Di sanalah kita mentarbiyah diri sendiri dan generasi mendatang.
Inilah sebagian pelipur kesedihan ummat yang berkepanjangan, dengan munculnya generasi baru. Generasi yang siap memikul beban da’wah dan menegakan Islam.
Inilah harapan baru bagi masa depan yang lebih gemilang, di bawah naungan Alquran dan cahaya Islam rahmatan lil alamin.[ind]
Sumber: https://t.me/robbanimediatama