PANDANGAN Islam mengenai berjuang yang tak kenal menyerah dan istirahat.
Pada sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam perjalanan perjuangan, jangan ada rasa ragu di dalamnya.
2. Tidak Kenal Istirahat
Dalam kamus perjuangan dakwah Islam tidak ada kata istirahat atau tawaqquf (pause).
Istirahat atau tawaqquf (pause) sama dengan berhenti berjuang.
Karena istirahat dalam perjuangan adalah awal proses terjadinya insilakh (mundur pelan-pelan) atau “muntaber” ( mundur tanpa berita) dari gelanggang perjuangan dakwah Islam.
Fenomena insilakh ini disebutkan Allah dalam salah satu ayat-Nya:
وَا تْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ الَّذِيْۤ اٰتَيْنٰهُ اٰيٰتِنَا فَا نْسَلَخَ مِنْهَا فَاَ تْبَعَهُ الشَّيْطٰنُ فَكَا نَ مِنَ الْغٰوِيْنَ
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat.” (QS. Al-A’raf: 175).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Orang yang melepaskan diri dari dakwah dengan dalih istirahat atau tawaqquf (pause) akan diikuti oleh setan dan digodanya hingga berhasil membuatnya berhenti total dari kemuliaan perjuangan dakwah yang pernah dirasakannya.
Fenomena dan proses ini disebut insilakh (انسلاخ). Semoga Allah menjauhkan kita dari insilakh.
Karena itu, Allah tidak memberi istirahat kepada Nabi saw dalam perjuangan dakwah ini. Firman-Nya:
فَاِ ذَا فَرَغْتَ فَا نْصَبْ
“Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),” (QS. Al-Insyirah: 7).
Karena istirahat dalam perjuangan berarti kekosongan (vacuum/فراغ).
Berjuang Tak Kenal Menyerah dan Istirahat (2)
Kekosongan menjadi peluang bagi setan untuk masuk dan memasukkan bisikan-bisikan keburukan yang melemahkan semangat perjuangan dakwah hingga akhirnya berhenti berjuang.
Bahkan dalam mendinamisasi kehidupan ini Allah tidak membiarkan orang-orang beriman berada dalam kevakuman, termasuk dalam ibadah.
Sepanjang tahun dan sepanjang hari, orang-orang beriman berada dalam matarantai ibadah kepada Allah.
Berhenti dari satu ibadah dilanjut dengan ibadah yang lain.
Baca juga: Berjuang Tak Kenal Menyerah dan Istirahat (1)
Karena itu beragam tafsir yang diberikan tentang ayat ini (al-Insyirah: 7).
Ibnu Mas’ud mengartikan, “Bila kamu telah selesai menunaikan berbagai ibadah fardhu maka lakukan qiyamul-lail.”
Ibnu Abbas, adh-Dhahak dan Muqatil, “Bila kamu telah selesai menunaikan shalat maka lanjutkan dengan doa.”
Mujahid, “Jika kamu telah selesai dari urusan duniamu maka letihkan dirimu dengan amal akhiratmu.”
Asy-Sya’bi dan az-Zuhri, “Jika kamu telah selesai membaca tasyahhud maka berdoalah untuk dunia dan akhiratmu.”
Imam Ahmad berkata, “Seorang mukmin baru bisa istirahat bila salah satu kakinya telah menginjak surga.”
Setelah usai puasa ramadhan ada puasa Syawal kemudian dilanjut dengan haji dan begitulah seterusnya.
Tidak boleh ada kevakuman dalam kehidupan orang-orang beriman di sepanjang tahun, di sepanjang hari.
Karena kevakuman adalah pintu setan.
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الْفَرَاغُ وَالصِّحَّةُ
“Dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena adalah waktu luang dan kesehatan.” (Musnad Ahmad 3038).[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah