KONDISI umat dan mimpi kebangkitan yang rasanya jauh ditulis oleh Edgar Hamas, Founder Gen Saladin.
Apakah kamu mengikuti berita tentang Australia yang sudah resmi melarang anak-anak muda di bawah 16 tahun untuk memiliki media sosial? Aturan itu diresmikan November lalu.
Mereka mengambil kebijakan tentu berdasar kajian mendalam.
Senada dengan itu, ternyata memang ada uraian Majalah Forbes yang menyatakan bahwa hobi melakukan scrolling media sosial tanpa arah dan tujuan bisa mengakibatkan efek tak baik pada kognitif dan juga kesehatan mental.
Salah satu diksi yang bisa menggambarkan melemahnya daya dan fokus manusia karena scrolling berlebihan itu bernama: brain rot.
Tidak kaget ketika pada akhirnya Oxford University Press menjadikan frasa “Brain Rot” sebagai word of the year setelah pengambilan suara yang dilakukan kepada 36 ribu responden.
“Brain Rot”, yang bermakna “pembusukan otak” menggambarkan kondisi kemerosotan mental atau intelektual yang diduga terjadi akibat konsumsi berlebihan konten daring yang dianggap remeh atau tidak menantang.
Dan, apa kabar Umat Islam Indonesia? Sepertinya kita termasuk korban paling tragis dari pembusukan otak yang menyasar kita sendiri dan anak-anak kita.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Waktu yang habis di media sosial tanpa arah dan tujuan.
Wajah dengan mata yang melek tapi berair namun memaksakan diri untuk terus melihat konten beberapa detik yang terus digulir oleh jemari kita yang sudah auto pilot.
Alih-alih kita bicara kebangkitan, sepertinya kita malah sedang berjalan mundur lagi karena intelegensi generasi umat malah makin mengkhawatirkan.
Umat yang digelari “Umat Iqra” ini, yang perintah pertamanya adalah membaca, nyatanya masih harus menggeliat dan berusaha keras lagi menggapai gelar itu.
Data berkata, berdasarkan survei UNESCO pada 2016, Indonesia berada di urutan kedua dari bawah dalam literasi dunia, dengan hanya 0,001% orang yang rajin membaca.
Tingkat literasi dan kebiasaan membaca di dunia Islam juga menyedihkan.
Sekitar 40% dari populasi di negara-negara mayoritas Muslim, termasuk anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OIC), masih buta huruf.
(International Islamic News Agency) Sebagai perbandingan, negara-negara maju seperti Jepang dan Swedia memiliki kebiasaan membaca yang sangat tinggi, dengan rata-rata membaca hingga 15-30 buku per tahun.
“Brain Rot”, Kondisi Umat dan Mimpi Kebangkitan yang Rasanya Jauh
Menariknya, tingkat literasi orang-orang Gaza ternyata istimewa.
Tingkat literasi penduduk Gaza secara khusus yang berusia 15 tahun ke atas di Gaza dan Tepi Barat mencapai sekitar 97,2%, dengan literasi laki-laki sebesar 98,7% dan perempuan sebesar 95,7% (Middle East Eye).
Belum lama ini kita juga sering sekali melihat video orang-orang Gaza yang tetap mengaji dan membaca buku di tengah Thufan Al Aqsha.
Ada yang meraih gelar magister dari bawah naungan tenda pengungsi.
Ada yang meraih gelar Hafizh Al Qur’an 30 juz dalam kamp-kamp sederhana yang terbatas fasilitas.
Bahkan, kau tahu? Pejuang yang di bawah tanah, di terowongan, mereka pernah merilis video dan foto sedang merencanakan taktik dan terlihat buku-buku di dekat peta strategi mereka.
Salah satunya buku Wa’dul Akhirah karya Dr Nashr Fahjan.
Apakah kira-kira kebangkitan umat ini masih jauh? Jawabannya ada pada kita.
Kalau kita masih merasa bahwa menjadi generasi cerdas dan terliterasi bukanlah proyek utama, maka kebangkitan masih jauh.
Baca juga: Islamic Book Fair 2024 Gelar Talkshow Bersama Gen Saladin
Syaikh Mahmud Shiyam seorang pakar Kepalestinaan pernah berkata, “bahwa Al Aqsha dijajah dulu secara pikiran sebelum militer, maka untuk membebaskannya, bebaskan dulu pikiran kita sebelum mendatanginya dengan kekuatan militer.”
Kita sering mendengarnya dengan istilah “liberation of mind before liberation of land.”
Selama kita masih suka berpikir terlalu instan dan gampang termakan hoax, selama itulah jalan pembebasan tak bertambah maju.
Gampangnya kita dibohongi, mudahnya kita lupa dan salahnya pemahaman kita, disebut oleh Dr Abdul Fattah Al Awaisi sebagai “intellectual catastrophic.” Bencana intelektual.
Maka, karena penyakitnya adalah kebodohan, mari kita obati dengan ilmu.[Sdz]